Rabu, 31 Agustus 2011

SPIRITUALITAS KRISTIANI
Ceramah ini disampaikan dalam Pembinaan warga GKPS Pardameian
Resort Medan Timur
Minggu 28 Agustus 2011
Oleh
Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung

ARTI SPIRITUALITAS

Percakapan tentang “spiritualitas saat ini bukan hanya topik perbincangan di kalangan para teolog dan para pendeta, tapi sudah menjadi percakapan di tengah-tengah jemaat awam saat ini. Itu pertanda bahwa spiritualtias sangat berguna dan kebutuhan bagi kita. Sehingga semua umat manusia tanpa terkecuali, membutuhkan yang namanya spiritualitas. Pertanyaan apakah kita sudah mengerti apa arti “spiritualitas” itu? Kata spiritualitas berasal dari kata “spirit” dalam bahasa Latin “spiritus” artinya azas yang menghidupkan, Roh Kudus, bahkan bisa dikaitkan dengan hantu. Namun dalam hal ini spirit yang dimaksudkan adalah Roh kudus yang menghidupkan dan yang menguatkan manusia. Sehingga spiritualitas berkatian dengan pengalaman hidup rohani manusia. Seperti yang disampaikan oleh Paulus : “ Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh” (Gal 5:25). Sehingga orang yang punya spiritualitas adalah orang yang mau berjalan dan dipimpin oleh roh Kudus. Dan orang yang hidup di dalam buah-buah roh (Gal 5:22-23).
Pemahaman lain tentang spiritualtas yaitu menunjuk adanya hubungan atau relasi Allah dengan manusia, manusia dengan sesamanya serta relasi dengan ciptaan Tuhan lainnya.Dengan demikian spiritualitas bukan hanya menunjuk hubungan baik dengan Allah, tetapi juga menunjukkan hubungan baik dengan sesama manusia, bahkan hubungan baik manusia dengan alam ciptaan lainnya. Oleh karena itu spiritualitas pada dasarnya  menyatakan bahwa seseorang yang memiliki spiritualitas (kerohanian) hidupnya tidak terpisahkan dengan Allah, sesama manusia dan alam ciptaanNya. Relasi atau hubungan manusia dengan Allah merupakan dasar relasi mansuia dengan sesamanya dan alam ciptaan lainnya.  
Jadi, spiritualitas menurut firman Tuhan adalah keberadaan seseorang yang tahu bagaimana ia harus berelasi dengan Tuhan, dengan sesama, dan dengan dirinya sendiri serta ciptaan lain. Dan spiritualitas kehidupan kristiani harus nyata dalam “gaya hidup sebagai murid Tuhan Yesus yaitu memperlihtkan ketergantungan dan prioritas hidupnya yakni untuk memberlakukan kehendak Allah Bapa. Gaya hidup yang berspritualitas seperti inilah gaya hidup diperlihatkan Yesus ketika Dia masih di bumi ini. Hal ini jelas terlihat dari pernyataan Yesus : “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” (Yoh 4:34).
Dari defenisi dan pemahaman di atas dapat kita sebut bahwa spiritualitas Kristiani harus terlihat dalam pengalaman hidup kita sehari-hari, artinya nyata dalam hubungan sehari-hari dengan Allah dan sesama serta dengan alam ciptaan lainnya Bahkan dalam tindakan prioritas hidup sehari-hari adalah mengutamakan kehendak dan keinginan Allah. Dapat kita hubungkan dengan keteladanan dan sikap yang diperlihatkan Yesus yaitu : “jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Mat 26:39).

TITIK TOLAK SPIRITUALITAS KRISTEN
Ada orang terjebak dalam pemahaman Spiritualitas yang dangkal. Artinya titik tolaknya memahami spiritualitas hanya sebatas penampakan hal-hal yang lahiriah semata-mata. Misalnya dengan kehadiran beribadah di kebaktian minggu atau dalam persekutuan-persekutaun lainnya tanpa ada tindak lanjut dalam praktek kehidupan sehari-hari. Karena sekalipun seseorang sibuk dalam kegiatan keagaamaan tanpa ditindaklanjuti atau tanpa melakoni apa yang diimani, hal seperti inilah yang kita maksudkan pemahaman spiritualitas yang dangkal. Dalam Kitab Yesaya jelas disebutkan bahwa keterlibatan seseorang dengan berbagai upacara dan aktivitas keagamaan tidak menjamin bahwa orang tersebut sudah memiliki hubungan relasi yang benar dengan Allah:
Yesaya tegas menyebtu “Dan Tuhan telah berfirman: Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan” (Yes. 29:13). Pemahaman ini hendak mengatakan kepada kita sekalipun kita mengkalim punya spiritualitas, punya hubungan dengan Allah, sekalipun kita rutin dalam beribadah, namun bila hidup sehari-hari kita jauh dari hal yang diinginkan Allah, jauh dari tindakan keadilan, hidup dalam kemunafikan, hidup dalam tampilan-tampilan lahirah saja tanpa hidup dalam kebenaran, keadilan, dan kejujuran maka relasi sedemikan hanyalah dangkal. Sebab spiritualitas menuntut suatu aksi yang memerlihatkan kesunguhan hati dan tindakan kejujuran di hadapan Allah dan sesama. Tuhan Yesus dengan tegas menyatakan: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat. 7:21-23).
  Spiritualitas Kristen berawal ketika seseorang menjadi pohon yang baik, yaitu pada saat ia menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah (Yoh. 1:12-13). Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik (Mat. 7:17-18)
 Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa, telah divonis dengan murka Allah (Rm. 1:18). Maka, ia berada dalam status pohon yang tidak baik yang tidak memungkinkannya untuk menghasilkan buah yang baik. Untuk kembali kepada keadaan sesuai dengan tujuan semula Allah menciptakan manusia, ia harus dilahirkan baru terlebih dahulu (lih. Yoh. 3:1-21). Tentu satu hal yang penting dalam hubungan spiritualitas ada buah yang kita harus hasilkan dan itulah yang disebutkan oleh Yesus dalam Yoh 15:4-5: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa spiritualitas Kristen nampak bukan hanya sebatas pengakuan, ucapan semata-mata mata, tetapi nyata dalam kesungguhan hati dan hidup berbuah baik adil dan benar.  Sehingga tidak lagi muncul sikap seperti dalam lagu nyanyian Haleluya Nomor 375: 2 : “Tardidi do sidea ringgas marminggu bei, bujur ganup idahan uhurni daoh bei. Halani ai ganupan seng sasap dosanin. Tuhanni seng ijolom ge pangkopkopon Ni in”.
KRITERIA SERTA PROSES PERTUMBUHAN SPIRITUALITAS KRISTEN
Rupanya seseorang yang telah menjadi anak Tuhan tidak secara otomatis akan langsung hidup sebagai anak Tuhan, seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus kepada murid-Nya, Petrus : “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia (Mat. 16:23). Pola pikir manusia menghasilkan perilaku yang bersumber dari pola pikir tersebut. Dengan kata lain, selama pohon itu bukan pohon yang baik, maka ia tidak akan menghasilkan buah yang baik. Seseorang harus memiliki pola pikir ilahi dan hidup berdasarkan pola pikir tersebut. Dalam Alkitab kita membaca kata “mengenal Allah” (bnd. Dan 11:32, Rom 1:21) yang dimaksudkan bukan hanya sekadar mengetahui, mengenal secara kognitif, melainkan juga hidup berdasarkan apa yang ia ketahui. Ia melakoni apa yang diketahuinya (walk the talk).
Dengan demikian sesuai dengan pembahasan kita di atas, rupanya kuantitas keterlibatan seseorang dalam aktivitas keagamaan tidak dapat menjadi tolok ukur satu-satunya seseorang mempunyai spiritualitas manusia. Melainkan format spiritualitas berawal dalam relasi yang benar dengan Allah, yaitu pada saat seseorang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya. Perubahan status dari orang berdosa menjadi orang kudus tidak secara otomatis menjadikan seseorang dewasa dalam kerohaniannya. Sebagai orang yang telah menerima anugerah keselamatan ia diharapkan untuk menghasilkan perbuatan yang sesuai dengan iman yang telah menyelamatkannya. “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm. 12:1-2).
  Bagaimana kita tahu apakah kita sudah tidak serupa dengan dunia ini, atau telah ada pembaharuan dalam budi kita? Apabila kita tidak memiliki acuan yang mutlak maka semua akan menjadi relatif. Acuan kita bukan pola pikir dunia ini atau pola pikir siapa pun juga melainkan firman Tuhan. Seseorang tidak mungkin akan memiliki pola pikir firman Tuhan apabila ia tidak pernah berusaha untuk belajar dan memahaminya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Mazmur 1: 1-6: “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin. Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar; sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.”
  Berbuah banyak tercakup di dalamnya adalah melakukan semua perintah Tuhan. Perintah Tuhan itu adalah tetap berada di dalam persekutuan yang benar dengan Allah, dengan memelihara kekudusan hidup, mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, serta menjalankan amanat agung dan mandat budaya. Menjalani semua itu bukannya tidak ada tantangan sebagaimana yang dinyatakan oleh Bonhoeffer tentang hidup dalam relasi anugerah, karena kasih karunia adalah mahal karena itu Ia memanggil kita untuk mengikuti Yesus Kristus. Tentu saja hal itu sudah sejak awal dinyatakan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Mat. 16:24-26). Pernyataan itu kemudian diikuti oleh Paulus yang mengatakan: “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia (1Kor. 15:58).
KESIMPULAN
Jadi dengan demikian dapat kita simpulkan spiritualitas dalam pengalaman hidup yang digerakkan oleh Roh Kudus. Roh Kuduslah pemberi energy kekuatan yang tidak pernah absen dalam hidup orang percaya. Spritualitas adalah hubungan sehari-hari manusia dengan Allah, dengan sesamanya bahkan dengan alam ciptaan lainnya. Wujud nyata hidup dalam spiritualitas Kristiani terlihat dalam sikap dan gaya hidup manusia yang mencari kehendak Allah, dan melakukannya, yaitu hidup dengan rendah hati, hidup dalam kepedulian terhadap sesama dan alam ciptaan lainnya. Dan inti spritualtias Kristiani yaitu kita hidup di dalam Kristus dan Kristus hidup di dalam kita. Dan orang yang hidup di dalam Kristus, dan Kristus di dalam kita ia akan berbuah banyak. Dengan buah yang banyak menjadi kesaksian untuk banyak orang. Sehingga banyak oang yang percaya kepada Kristus. Untuk itu perkataan Thomass a Kempis sangat tepat sekali dalam kaitannya dengan hidup dalam spritualitas ini : Let the life of Christ be our guide” (Biarlah kehidupan Kristus menjadi pandu bagi hidup kita”. Dan di bawah ini saya melampirkan jenis praktek model hubungan dan persekutuan dengan Allah lewat  praktek hidup dalam Doa keheningan antara lain:
1.      Belajar dengan duduk tanang dalam keheningan. Duduk rileks, siap untuk mendengarkan suara Tuhan dan mendengarkan suara hati kita. Sekalipun saat kita rileks banyak pikiran-pikiran yang melintas dalam benak kita misalnya activitas yang akan dilakukan, masalah-masalah, bahkan mungkin terkait dengan seksualitas, atau bentuk-bentuk kekhawatiran hidup lainnya tetapi biarlah kita tetap tenang rileks dan jangan terganggu olehnya. Dengan kehenignan seperti ini kita fokus mau mendengar Tuhan berbicara kepada kita. Tariklah nafas dalam dalam dan hembuskan secara perlahan. Rasakan semua hembusan nafas ktia menyentuh seluruh tubuh bahkan smapai ke ujung kaki kita. Dan lakukan lah tindakan ini untuk beberapa kali. Lakukanlah praktek Doa keheningan ini dalam tempat khusus.
2.      Berjalan di alam terbuka. Ketika kita berjalan perlahan, lihatlah ke langit ciptaan Tuhan dan menarik napas dalam-dalam. Pikirkan diri anda dan juga Tuhan. Jika Anda ingin berkeingin nyanyikanlah lagu pujian untuk diri anda dan untuk Tuhan saat ini lah waktunya.
3.      Berdoa. Kita semua sudah pasti sering berdoa. Tentu kita berdoa sesuai dengan cara dan kebiasaan kita. Secara umum kita berdoa itu berarti kita berbicara kepada Allah, dan sering kita lakukan dalam doa itu kita memohon, meminta (lebih keras: mengatur) Tuhan. Doa untuk bermohon. Berikut ini kita akan melihat bentuk doa bukan hanya untuk meminta, tetapi menunjuk relasi kepada Allah. Dan hubungan atau relasi, komunikasi kita dengan Allah termasuk di dalamnya ucapan syukur, pujian, kekaguman, pengakuan, complain, dan juga hubungan dengan sesama mansuia.
4.      Berikut ini ada akronim kata tindakan Doa: (Acts Pray)
A = Adoration = pemujaan
C= Confession = pengakuan
T= Thanks giving =Ucapan syukur
S=Supplication = permohonan

P = Prasie = Pujian
R= repent = Pertobatan
A= Ask   = memohon
Y= Yield = jawaban / hasil
Dari bentuk doa semacam ini, Doa bukan hanya  sebagai komunikasi (communication) dengan Allah, tetapi juga persekutuan (communion) dengan Allah.  Hubungan kita dengan Allah dapat kita lewat doa, komunikasi dan persekutuan dengan Allah.
5.      Tuliskanlah dalam secarik kertas, dan tulislah di sebelah kiri kertas itu tanggal lahirmu dan sebelah kanan tanggal hari ini, mari memandang hidup kita bukan seperti garis lurus tetapi sebagai jalan melengkung. Artinya banyak peristiwa-peristiwa suka duka yang kita alami. Dalam waktu waktu yang kita lalui lihatlah formasi spiritualitas kita. Siapakah Allah bagimu dalam kurun waktu itu? Apakah kamu mempunyai hubungan spiritualiatas? Bagaimana kamu memikirkan hidupmu? Siapakah orang yang yang paling berharga bagimu?  Hal-hal apakah yang menyedihkan dan memilukan hatimu dalam kurun waktu itu? Bagaimana kamu melihat dan membayangkan semuanya itu?
6.      Sekarang tulislah  tentang  masa depanmu. Apakah tujuan hidupmu? Tulislah kommitmenmu Dan dapatkah kamu mengingat komitmenmu itu setiap pagi? Dimanakah Allah dalam kommitmenmu ini? Jelaskan kepada siapa pengharapanmu dan bagaimanakah  hubunganmu mu dalam 5, 10, 20 tahun ke depan terhdap yang kau harapkan itu? Dan anggaplah misalnya hidupmu telah berakhir. Apakah kira-kira yang diingat orang lain tentang dirimu?

Daftar Bacaan:
Holt, Bradley, P. Thirsty for God A Brioef History of Christian Spirituality, Minneapolis :
Fortress Press, 1941.
Oam, Barbara Pollet, “The Spiritual Aspect of caring For Peole With HVI/Aids” fslsm HIV / AIDS
& Spirituality, Ruth Hoad (ed. Ruth Hoadley), Spectrum Publication, 1998.
Sobrino, Jon, Spiritualtiy of Liberation Toward Political Holiness, Philippines: Claretian
Publication, 1985.


KEPEMIMPINAN ABAD 21
(BAHAN PEMBINAAN MAJELIS JEMAAT PAKON KELUARGA GKPS KILOMETER TUJUH RESORT MEDAN BARAT)
MINGGU 24 JULI 2011
OLEH
PDT. DR. JONRIAHMAN SIPAYUNG
1. Aha do arti Kepemimpinan
Buei do halak mambahen definisi pemimpin atap kepemimpinan. Kepemimpinan aima “Pengaruh”. Artini sadahalak naboi mambahen pengaruh atap mempengaruhi halak na legan hubani sada tujuan. Halani ai ijin dong rencana, usaha laho mempengaruhi halak na legan mencapai sasaran tertentu, ijaima domma igoran pemimpin atap leader.Dong homa manobut pemimpin aima lang pitah halak nemiliki pengaruh tapi punya visi pakon tujuan na jelas. Pempimpin punya pangidahan daoh hulobei. Misalni sada pemimpin tarpausih do hubani sada nahoda kapal na mampu mangidah daoh hulobei janah mampu mamboan, mengarahkon kapal ai das hu pelabuhan. Ase tarpausih do hubani arti “Leadership” (leader = pemimpin) janah “Ship” aima kapal. Ase sada pemimpin aima sada halak na punya visi, pangidah daoh hulobei, janah mampu mamboan, mangarahkon kapal pakon penumpangni das hubani pelabuhan. Humbani pangarusion on sobutanta ma kepemimpinan aima proses/kegiatan atap kesanggupan laho menggerakkan/mempengaruhi halak na ipimpin mencapai sura-sura atap tujuan-tujuan tertentu baik na sifatni individual atappe kommunal. Tontu selaku halak Kristen, porlu do kritis hita memaknai kepemimpinan na isobut iatas in. Halani anggo ipahami hita kepemimpinan aima pengaruh atap usaha mempengaruhi halak na legan laho mandalankon sasaran, sura-surani atap sura-sura ni kelompokta “sandiri”, apalagi ma kelompok atap pribadi ai lang pataridahkon sikap nilai kristiani ijai bpi mangkprhon hasedaon. Contohni, ongga do ibogei hita narmargoran Adolf Hitler. On aima sada halak Jerman, sosok seorang pemimpin partai Nazi na kepemimpinan sungguh luar biasa, diktator, membunuh buei halak Yahudi atap keturunan Yahudi. Janah sanggah porang dunia ke –II akan berakhir Hitler ujungni bunuh diri i Berlin Jerman rup pakon sinrumahni. Sanggah kepemimpinan Hitler on buei jolma gabe korban halani habisangaon / hajahatonni. Ibotoh hita do homa goran Osama Bin Laben. Ibotoh hita do homa Nurdin M Top. Sidea na dua boi hatahonon pemimpin tapi kepemimpinan ni sidea aima kepemimpinan namamboan pengaruh hubani na hurang dear bahkan lang pataridahkon nilai kristiani. Halani Osama bin Laden pakon Nurdin M. Top isobut do sidea on aima “icon terorisme”. Artini setiap kali ada bom meledak, gati ikaitkan hubani sidea atap kelompokni. Bahkan sidea isobut peraih prestasi sebagai ‘number one public enemy of humanity‘. Musuh nomor sada ni hajolmaon. Humbani contoh na iatas in taridah ma homa pemimpin na mandalankon kepemimpinan laho pasaudkon sura-sura keinginan ni sandiri atap kelompok apalagi keinginan ai lang marnilai holong pakon keperdulian bani halak na legan ijon ma porlu tulimat (cermat) hita. Tontu pengaruh na iarapkon humbanta selaku pemimpin aima ase mempengaruhi ampa mambobai halak na legan laho menaati pakon pasangapkon Naibata.
2.Piga-piga Model pemimpin sondahan on
Bani zaman sonari on buei do model-model pamimpin na ipraktekkon ni jolma. Misalni nini sada panurat buku na margoran Hans Finzei menulishon dong sapuluh kesalahan besar yang paling umum na binahen para pemimpin sondahann on: 1, Sikap Top Down (memerintah, parentah habis) 2. Pendelegasian na isosalhon, misalni anggo hasil na ihorjahonni lang dear, atap pe hasilni lobih dear humbani diri sandiri seheingga dong panosalan bani. 3. Palobeihon urusan administrative marimbang urusan pasal jolma atap sumber daya manusia. Misalni cenderung paetek , lang manghargai hasoman, 4. Kekacauan komunikasi. Misalni porlu intei bani komunikasi na isahapkon. Halani semakin tinggi posisi kepemimpinanta, ningon ma semakin peka hubani aha na ikomunikasihon hita. 5. Lang adong penegasan. Ijon pemimpin hurang peka, terhadap penegasan, misalni hurang padaskon ungkapan pujian bani na legan. 6. Lang iarusi budaya, misalni meremahkon budaya na dob mengakar bani sada organisasi atap sada perusahaan 7. Lang adong ruang / tempat bani halak na legan, 8. Sukses tanpa penggantih, 9. Kediktatoran bani namambahen keputusan, dan 10,Lang focus hubani ma depan.
Contoh na mangihut aima Jong Kuk Kim on aima halak Korea, patugahkon hubanta sonon porlu intei hita banu kepemimpinanta apakah kepemimpin berlaku sebagai bos atap leader. Nini hita aima leader sedo Boss. Janah model kepemimpinan na iharosuhkon bani abad 21 aima: sedo gabe boss hita tapi gabe leaderma.Sonon cirri ni na mengaku bos pakon leader:

On ma cirri-ciri BOSS pakon LEADER

BOS                                                             LEADER

-.Au - Hita                                                    - Parentah - Ajakan

-Lang porsaya bani halak na legan                - Porsaya

-Mambiarbiari                                             - Mambere pangarapan

-Manuntut ketaatan                                    -Mandapot kehormatan pakon penghargaan

-Mengalami kehilangan otoritas halani kelemahan - Mendapot otoritas hanspei dong kelemahan

-Menghagigihon halak na berbeda pandapot  - Mendekati halak na legan pendapat

-Manambah hakuasaon                                - Manambah otoritas

-Manuntut tanggung jawab tanpa kompromi janah manolak dialog -Boi kompromi janah menikmati dialog

-Suka menunjuk kesalahan orang lain             -Suka memberitahu dimana letak kesalahan

-Mengabaikan kata-kata sendiri -Bertanggung jawab atas setiap perkataan

-Menikmati kekuatannya -Rela walau harus mengorbankan otoritasnya

-Memberi beban pada generasi berikutnya   -Mengurangi beban pada generasi berikutnya

-Suka memberi perintah di belakang           - Memimpin di depan



Jadi hubungkon hita ma hubani hadirionta be, na ijahanin do na dominan batna. Bos do atap leader. Dong sada penulis buku na margoran Aribowo Prijosaksono Ping Hartono, par Solo ia aima perwira pelaut baik i Kapal pakon i kesatuan TNI Angkatan laut manobut: adong 5 prinsip mengembangkon sifat pemimpin atap kepemimpinan itongah-tongahta: On ma na igoran VOICE: Vision, Optimizing, Integrity, Communication pakon empowering/ pemberdayaan.
1. Membangun visi dan sasaran bersama. Kepemimpinan mulai marhitei visi na jelas. Tontu sonai do sada pemimpin i bani organisasi ningon do adong visi na jelas. Halani tanpa visi, sada pemimpin dos ma ai songon sada kapten kapal na lang mambotoh huja arah pakon tujuan ni kapal ai, dobni iombus-ombus logou atap gelombang hansa. Nini buku Podah 29:18 “Anggo seng dong pangungkabon (visi), geor do bangsa”. Halani ai sebagai pemimpin ningon ma iarusi hita do aha visi pakon sonaha do menggali ampa mandalankon atap mengimplementasihon visi ai bani program-program itongah-tongahta.
2, Optimizing. Tontu marsura-sura do hita haganupan ase ganup kegiatan atap program na irencahaon atap na sedang irencahaon mardalan anjaha mambuahkon hasil na dear. Halani ai sada pemimpin ningon ma mengoptimalhon kemampuanan / skill na adong bani. Laho mengoptimalhon on porlu dong optimisme, dong keinginan, mampu mengandalikan situasi agepe situasi na sulit. Mampu hita menggabunghon pakon mangasah terus manerus talenta, pengetahuan, ketrampilan ijai ma hita mampu mengotimalhon tangggungjawab, aktivitas pakon kemampuan kepemimpinanta. Ase selaku pemimpin ningon homa ibotoh ija kekuatan ampa kelemahanta, sehingga marhitei kepemimpinan ai boi saling melengkapi humbani hasoman pemimpin na legan.
3. Membangun karakter pakon integritas. Keberhasilan ni sada pemimpinan ibagas kepemimpinanni aima marhitei karakter pakon integritas. Karekter ni sahalak pemimpin sangat berpengaruh besar bani kepemimpinan, dong karakter na boi ihaporsayai (trust) anjaha dong penghormatan, panghargahonon. Karakter pakon integritas kepemimpinan taridah marhitei dong sikap kejujuran sikap keteladaan bani goluhni. Anjaha on ma nagati kalah, talu hita. Halani keteladanan pakon hurang kejujuran dobni gabe mangkorhon perkembangan na hurang dear itongah-tongah keluarga, organisasi sonai homa age kuria. Boi bandinghon hita, Ungakapan ni Mahad Magandi: “Aku suka / cinta dengan Yesus yang kamu percayai, tetapi aku benci orang Kristen”. Halani ai nini sikap ni halak Kristen lape pataridahkon integritas pakon ketetaladan.
4. Komunikasi. Komunkasi aima sarana na porlu tumang bani kepemimpinan, hinaotikni dong ketrampilan bani komunikasi aima manulis, mambogei pakon marsahap. Anjaha dong nini 5 hukum komunikasi na efektiff na porlu botohoanta selaku pemimpin: bani komunikasi ai porlu sikap hormat, saling menghargai, empati mengarusi halak na legan paima ibogei halak sahapta, pesan na ipadas ningon jelas ulang kabur, sehingga lang patubuh pemahaman na legan, sonai homa ibagas toruh ni uhur.
5. Memberdayahon anggota tim. Memberdayahon seluruh anggota team aima bagian penting humbani fungsi kepemimpinan,. Memberdayahon anggota tim artini membantu, mendorong, mendukung anggota tim ase memiliki kemampuan mengubah situasi ni sidea sesuai dengan harapan dan visi laho mencapai sasaran bersama. Anjaha salah sada cara membangun pakon menumbuhkon anggota Tim porlu ibangun hita marhite cara: BEST: Believe them (yakin hita bani sidea), Encourage them (itoguhkon hita sidea), Share them (bagi / berbagi bani pakon sidea pakon Trust them (porsaya hita bani sidea). Ase marhitei model kepemimpinan na itampilhon on manambah pangarusion pakon mendorong hita mandalankon roda kepemimpinan na semakin hari iperbaharui hubani pengrah hadearon.

3. Prinsip pakon model Kepemimpinan Kristiani
Pemimpin Kristen mararti pemimpin na botul manandai Naibata secara pribadi ibagas Kristus. Pemimpin Kristen aima pribadi yang memiliki perpaduan antara sifat-sifat alamiah dan sifat-sifat spiritualitas Kristen. Sifat-sifat alamiahnya taridah marhitei efektivitas yang benar dan tinggi halani sikap kepemimpinan ai idalankon aima bahen pangidangion pakon pasangpkon Tuhan. Sedangkan sifat-sifat spiritualitas kristianini menyebabkan ia sanggup mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya untuk menaati dan memuliakan Allah. Ase daya pengaruhni sedo humbani kepribadian atap ketrampilanni sandiri, tapi humbani kepribadian na ipargogohi Tonduy Napansing. Pemimpin Kristen marbeda do humbani pemimpin na so Kristen misalni pemimpin rohani itanda do Naibata, ibotoh do harosuh ni Naibata, anjaha visi, surasurani aima mandalankon harosuh pakon ranggian ni Naibata.Sedangkan pemimpin duniawi pitah Mandalankon, mambuat keputusan sandiri dan hanya bergantung hubani kemampuan dan ketrampilan manusia itu sendiri. Janah gati kepemimpinani ikontrol oleh kekuasaan. Bandinghon hita Hitler bani kepemimpinanani pakon Osama Bin laden ai. Kepempiminan na membinasahon buei jolma. Pemimpin Kristen muncul sedo halani kemauan atau ambisi pribadi, tepi halani tindakan ni Nabata na mempersiapkan, mandilo pakon manotapkan ampa mambimbingsi bani na sihol mencapai tujuan-tujuan na itotaphon Naibata. Bani PL, taridah contoh Naibata mempersiapkan pakon mandilo si Musa pakon Yosua gabe pemimpin bani bangsa ai(2 Ms. 4; Yos. 1). Sonai do homa bani PB, Kristus sandiri do namamilih, mempersiapkan, ampa mangutus susianNi. Anjaha prinsip kepemimpinan na ipataridahkon Yesus aima kepemimpinan rohani na menghambakan diri. Sonai ma homa identitas pemimpin Kristen aima sebagai “hamba atap jabolon”. Kepemimpinan Kristen sedo untuk mencari keuntungan materi maupun non-materi, tapi bahen pelayanan (Luk. 22:26). Bani PL, para raja bukan untuk meninggikan diri atas rakyat (5 Ms. 17:20). Korah itegur pakon iuhum halani sikap kepemimpinan na mangutamakan kedudukan (4 Ms. 16). Paulus memandang jabatan rasul ai sedo bahen hatunggungonni, tapi demi pelayanan (2Kor. 11-12; 1Kor. 15:9-10). Parhorja kuria idilo laho mamparhamani biri ni hulanaanni Naibata (Ibr. 13:17; 1Ptr. 5:23). Halani ai tangkas ma hubanta marhitei model kepemimpinan ni Yesus mangajarhan model kepemimpinan sebagai “jabolon”. Kepemimpinan ni Yesus pataridahkon sikap integritas pakon keteladanan hubani susianNi (Mrk. 10:35-45).
Maronjolan hubani Matius 20:20-28 dong tolu hal naporlu banta sebagai pemimpin : “humility (martoruh ni uhur), service (mangidangi) dan focus on others (focus hubani hasoman).

a. Pemimpin na martoruh ni uhuri

Dalam Matius 20:25-26 : “Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka”, namun para murid memimpin harus dengan kerendahan hati. Jesus gabe pemimpin keteladanan hubanta napataridahkon sikap rendah hati, lemah lembut dan tidak focus kepada ego atau diri sendiri (basa Joh 13:12). Model sisonon ma na porlu taridah pakon iteladani hita Martoruh ni uhur. Benjamin Franklin, bani kalimat bijakni manobut: “Rendah hati, wajib bagi orang yanag berkedudukan tinggi, terpuji bagi yang sebanding, mulia bagi yang berkedudukan lebih rendah.” Sonai Gerald Brooks memberi nasehat bijak hubanta sebagai pemimpin aima “Ketika anda menjadi seorang pemimpin anda kehilangan untuk memikirkan sendiri”.

b. Melayani dan bukan posisi

Dalam Matius 20: 27-28 : “Dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;
20:28 sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Melanjutkan keteladanan yang sudah disebut dari ayat sebelumnya, saat ini kita mendalami pentingnya pemimpin yang melayani (servanthood). Penulis Injil Matius manjelaskan “servanthood” (pelayanan) dengan menggunakan kata Yunani doulos atap doule artini jabolon, hamba. Seorang budak menggambarkan status sosial yang paling rendah di masyarakat. Seorang budak harus tunduk, dan takluk kepada sang tuan. Karena status seorang budak adalah ‘property” (barang) yang dapat diperlakukan oleh sang tuan seenakknya. Kata doulos yang dipakai di sini menunjuk bahwa peranan seorang murid aima untuk melayani, bahkan kebesaran seorang murid terlihat bukan dari status atau posisinya tetapi di dalam pelayanannya. Kita melayani sebab itulah hidup dan itulah yang diwajibkan kepada kita. Dan dasar pelayananta aima keteladanan na ipataridah ni Yesus. Aima sedo ase iidaingi tapi ase mangidangi. (Mrk 10:45)

c. Berfokus kepada orang lain bukan diri kita sendiri

Jesus mengatakan “Dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu” (Mrk 10:44) Teks ini merupakan jawaban lanjutan atas permohonan Yakobus dan Yohanes untuk duduk dalam kemuliaan kelak. Yesus menjawabnya bukan dengan kompetisi satu dengan yang lain, melainkan menekankan pentingnya melayani satu dengan yang lain. Semangat pelayanan ini sangat bertentangan atau berbeda sekali dengan motivasi Yakobus dan Yohanes yang hanya memikirkan kebesaran diri sendiri dan bukan kebesaran orang lain. Pernyataan John Stoot, yang dikutip oleh Strauch ini memberi pemahaman yang mendalam bagi kita bahwa sikap Yakobus dan Yohanes bertentangan dengan sikap orang yang berjalan di jalan Salib. Dia melukiskannya sebagai berikut:

Sekalipun dunia (bahkan mungkin juga gereja) penuh dengan sikap seperti Yakobus dan Yohanes, yang pergi untuk menggapai status, haus akan penghormatan, dan prestise, hidupnya diukur dengan keberhasilan, dan terus menerus bermimpi kesuksesan. Mereka penuh ambisi yang aggresif hanya untuk diri mereka sendiri. Namun semua sikap mental ini adalah tidak sesuai dengan jalan salib. “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya….” Dia meninggalkan kuasa dan kemuliaan sorga merendahkan dirinya menjadi seorang hamba. Dia memberi diri-Nya tanpa syarat dan tanpa ada rasa takut untuk merendahkan dan mengabaiakn tembok-tembok pemisah yang ada dalam masyarakat. Obsesi-Nya adalah untuk kemuliaan Allah dan kebaikan bagi umat manusia yang adalah gambar dan citra-Nya. Untuk meninggikan semua ini, Dia rela memikul rasa malu di kayu Salib. Saat ini Dia memanggil kita untuk mengikuti-Nya, bukan mencari kebesaran diri kita sendiri, melainkan mencari pertama kehendak Allah dan kebenaran Allah.

4. Pangujungi

Ase marhitei model kepemimpinan jaboloan (servant leadership) on mendorong hita ase ibagas kepemimpinanta maniru model kepemimpinan ni Yesus. Yesus memimpin humbani toruh ni uhur. Kepemimpinanni na marsigantung hubani Tonduy Napansing. Halani ai kepemimpinan na iharosuhkon Tuhan humbanta aima kepemimpinan na imotivasi marhiei gogoh ni Tonduy napassing, sedo kuasa na legan. Marhitei kepemimpinan sisonai ai marmulia marsangap Tuhan ampa malas ni haganup jolma. Ase ciri khas pakon hatunggungon kebesaran pemimpin Kristiani aima taridah sedo bani posisi pakon kuasanni, tapi bani sikap pengorbananni, kepeduliaani holongni hubani Tuhan pakon jolma. Ase pemimpin na melayani on on ma komitmenta ampa tekadta pemimpin na hinarosuhkon ni Tuhanta age bnai abad 21 on (Mrk. 10:43-45).

Medan, 24 Juli 2011

Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung.
Dosen dan Direktur Pasca Sarjana STT Abdi Sabda Medan.

“PERANAN PEREMPUAN DALAM MENGHADIRKAN PERDAMAIAN”
Oleh
Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung
(Bahan ceramah ini disampaikan dalam Seminar Sehari : “Perempuan untuk Perdamaian”, oleh WCC Sopou Damei GKPS bekerjasama dengan Pengurus Pusat Seksi Wanita GKPS,
Galang, 20 Agustus 2011)

1. Kata “damai” banyak kita temukan dalam Alkitab. Dalam bahasa Ibrani kata “damai” diterjemahkan dengan syalom. Arti syalom ini menunjukkan keadaan sehat walafiat, utuh atau dalam keadaan baik. Syalom sering diungkapkan saat orang Israel bertemu dengan orang lain. Mereka mengatakan “syalom alekhem”, artinya “damai bagimu”. Dan kata ini juga dapat dihubungkan dengan ungkapan dalam bahasa Simalungun “horas ma bamu atau horas ma bani nasiam”. Dalam bahasa Yunani klasik ada tiga perkataan untuk mengungkapkan kata damai. Yang pertama galene artinya menunjukkan keadaan alam yang aman, tenang / bersahabat. Misalnya gelombang laut atau danau yang aman. Perkataan galene inilah yang dipakai Yesus ketika Dia menghardik angin ribut dan berkata kepada danau itu: “galene “Diam! Tenang! Dan danau itupun seketika menjadi tenang (damai) (Mark 4:39). Kedua adalah kata “homonoia” artinya menunjuk suasana “rukun, harmonis atau damai”. Dalam hal ini ada suasana rukun, harmonis antara pribadi yang satu dengan yang lain. Kata ini sangat jarang digunakan dalam PB. Ketiga, yaitu “eirene”. Kata ini sangat banyak digunakan dalam kitab PB bahkan setiap kitab dalam PB kecuali kitab 1 Yohanes kita dapat temukan kata eirene ada di dalamnya. Sehingga tidak jarang kata eirene ini hingga kini digunakan para orang tua menjadi nama anaknya khususnya anak perempuan.
Dari ketiga perkataan di atas sekalipun penyebutannya berbeda namun pada dasarnya mempunyai arti yang berkaitan satu sama lain, yaitu menunjukkan kepada suasana damai, aman, tentram dan kondusif. Bagi orang Yunani suasana damai sering dikaitkan dengan sebuah nilai / makna positif. Kata damai meupakan nilai paling tinggi dalam hidup mereka. Bagi orang Yunani suasana eirene berarti tidak ada perang. Negara, aman dan terkendali. Sehubungan dengan pemahaman inilah orang Yunani punya motto hidup seperti ini: “Si vis pacem, para bellum”, yang artinya “kalau kita mau memiliki damai bersiaplah untuk berperang.” Dengan pemahaman ini orang Yunani memahami bahwa damei itu adalah hasil jerih payah dan perjuangan manusia.

2. Kata eirene mengandung banyak arti, misalnya “selamat” (Mrk 5:34, Luk 7:50; bnd Kej 43:23; Kel 4;12, “damai” (Ibr 12:14 bnd. 1 Rj 5:12), “damai sejahtra” (Luk 1:79, 2:14; Yoh 14:27, 20:19; Kis 10:36 bnd Yes 48:18; 57:19). Hubungan kata syalom, dengan eirene punya kaitan yang erat. Arti eirene ini banyak persamaannya dengan kata syalom. Misalnya kata eirene dipakai untuk salam pembuka dalam komunikasi. Demikian juga dalam PL. Yesus setelah kebangkitanNya menampakkan diri dan menyapa para murid yang sedang berkumpul dengan berkata: “damai sejahtera bagi kamu” (Yoh 20:19, 21. 26). Dan sapaan ini juga digunakan untuk seseorang yang hendak berangkat / bepergian. Misalnya dengan ungkapan “pergilah dengan damai dan sembuhlah dari penyakitmu” (Mrk 4:34). Baik dalam PL dan PB kondisi syalom atau eirene itu adalah sama-sama bersumber dari Allah. Dalam kitab Kejadian dengan tandas menyebut Allah lah sumber damai / syalom (Kej 28:21, 41:16). Aku akan memberi damai sejahtrea di dalam negeri itu (Im 26:6). Dalam kitab Bilangan menyebutkan kehadiran Allah pertanda hadirnnya berkat dan damai sejahtera (syalom). “TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera” (Bil 6:24-26). Namun bila syalom itu ditarik oleh pemiliknya maka manusia hidup dalam perkabungan dan duka cita (bnd.Yer 16:5). Demikian juga dalam PB, eirene atau damai bersumber dari Allah. Dalam Wahyu 1:4 tegas menyebut : “Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya” (Ibr 7:2). Dalam Injil Yohanes 14:27 lebih tandas menyebut Kristuslah pemberi damai sejahtera bagi para murid-muridNya. Oleh karena itu orang yang ada di dalam Kristus dialah yang hidup dalam ketenangan dan damai sekalipun di tengah-tengah kekacauan dan ketidaktenangan.
3. Penggunaan kata syalom atau eirene sangat tegas artinya bagi kita yaitu bukan hanya sebagai sapaan atau ucapan kepada seseorang yang hendak bepergiaan saja melainkan suatu tindakan persahabatan, hubungan baik harmonis dengan orang lain. Misalnya hubungan baik antara Yabin raja Hazor dengan dengan keluarga Heber orang Keni (Hak 4:17). Ada hubungan baik antara Yusuf dengan Maria (Luk 2:3-5). Dalam Zakharia 8:16) damai itu dihubungkan dengan sikap manusia yaitu berkata benar dan melaksanakan hukum dengan benar. Demikian juga tindakan menjauhi apa yang jahat dan melakukan apa yang baik sama maknanya mencari / melakukan perdamaian (Mzm 34:15). Damai dan kebenaran / keadilan (tsedaqah) adalah sesuatu yang paralel / identik. Pemazmur dengan tandas menyebut: “Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman”(Mzm 85:11). Perkataan ini memberi arti bagi kita bahwa melakukan damai itu sama hakekatnya melakukan kebenaran atau keadilan. Sebab menurut nabi Yesaya : “tidak ada damai bagi orang fasik itu, firman Allahku” (Yes 57:21). Itu berarti di mana ada tindakan kebenaran / keadilan di situ ada damai sejahtra demikian juga sebaliknya. Dan dampak tindakan kebenaran itu menghasilkan ketenangan dan ketentraman hidup manusia (bnd. Yes 32:17). Hal ini mengingatkan kita kepada kata-kata bijak dalam bahasa Latin “Opus justitiae pax” yang artinya damai adalah buah / hasil tindakan keadilan. Dari penjelasan ini nyata bahwa memberlakukan damai merupakan suatu desakan dan panggilan untuk dilakukan, yaitu melakukan apa yang baik, benar dan adil di tengah—tengah masyarakat. Dalam Perjanjian Baru Yesus sangat menekankan pentingnya tindakan damai itu diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Yesus berkata kepada para muridNya: “Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain “(Mrk 9:50). Perkataan ini memberi arti bahwa Yesus mengharapkan hubungan di antara para muridNya hidup dalam integritas / jujur adil dan hidup sebagai teladan bagi sesamanya. Karena itulah panggilan dan tanggungjawab kita selalu murid Tuhan Yesus. Demikian juga Paulus dalam surat-suratnya menasehatkan kepada kita pentingnya tindakan damai itu dihadirkan dalam kehidupan dengan sesama manusia. Banyak nasehat-nasehat praktis Paulus untuk mendesak jemaat memberlakukan damai. Misalnya Paulus menyebut contoh :“Hendaklah damai sejahtra Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh” (Kol 3:15). Dan Paulus menyebut bahwa salah-satu buah-buah dari Roh adalah “damai sejahtera” (Gal 5:22-23), demikian juga kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman tetapi soal kebenaran, damai sejahtra dan suka cita oleh Roh Kudus (Rom 14:17). Dengan uraian ini memperliahatkan bahwa damai sejahtra bukan hanya sebagai suasana aman, kondusif tetapi lebih dari itu yaitu menghidupi dan melakukan damai. Dan adapun yang menjadi motivasi Paulus dalam nasehat ini adalah karena Allah adalah damai. Yesus adalah Juru damai. Demikainlah Ia mendesak setiap orang percaya untuk hidup berdamai dengan Allah dan berdamai dengan sesama. Paulus mendasarkan alasannya sebab Allah bukanlah Allah yang menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtra (1 Kor 14:33). Untuk itu berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan …( Ibr 12:14). Satu hal yang menjadi penenguhan dan janji Tuhan bahwa kepada setiap pelaku damai meekalah yanag berbahagia dan mereka disebut sebagai anak-anak Allah (Mat 5:9).

4. Peranan Perempuan dalam menghadirkan tindakan damai dalam kehidupan sehari-hari.
Tahukah kita apa artinya perempuan? Kata perempuan ini berasal dari bahasa Melayu , “Empu” yang artinya adalah “ibu dan puan”. Ini adalah bentuk feminim dari kata tuan yang dapat diartikan dia yang diempukan, dituankan atau yang dihormati. Dari pemahaman ini kita dapat simpulkan bahwa seorang perempuan adalah sosok pribadi yang dipertuankan, sosok pribadi yang mempunyai hak untuk dihormati. Namun di dalam perjalanan sejarah kaum perempuan sering diperhadapakan dengan berbagai bentuk perendahan harkat dan martabatnya. Sekalipun pada haekatnya perempuan adalah ciptaan yang segambar dengan Allah (bnd. Kej 1:26-27). Perlakuan merendahkan perempuan sudah terlihat sejak dulu hingga saat ini. Misalnya melalui doa yang disampaikan laki-laki Yahudi yang menyebut: “Terpujilah Allah karena Ia tidak dilahirkan sebagai orang Kafir. Terpujilah Allah karena ia tidak dilahirkan sebagai perempuan. Dan terpujilah Allah karena Ia tidak dilahirkan sebagai budak”. Dari doa ini jelas bahwa status perempuan disejajarkan dengan seorang kafir dan seorang budak. Arti statusnya satu level dengan orang kafir dan budak. Dan bila dikaitkan dengan kehidupan sekarang, masih sering kita dengar adanya tindak kekerasan di alami oleh kaum perempuan dalam berbagai bentuk. Sekalipun sudah ada deklarasi penghapusan terhadap kekerasan terhadap perempuan (PBB / 1993) namun kekerasan masih tetap menjadi menu utama dalam kehidupan manusia hingga saat ini. Misalnya ada kekerasan fisik, yaitu pemukulan terhadap perempuan dengan tangan atau benda, menendang, menampar sampai ada yang meninggal. Bentuk kekerasan ini sering terjadi kepada para TKW yang bekerja di luar negeri. Namun tidak menutup kemungkinan juga kekerasan yang sama terjadi di rumah tangga atau yang sering kita sebut KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga). Istri diperlakukan kasar oleh suami atau keluarga lainnya. Juga ada kekerasan seksual yaitu perempuan dijadikan menjadi objek pemuas nafsu laki-laki tanpa seizin perempuan tersebut. Kekerasan lainnya seperti kekerasan ekonomi, misalnya si istri tidak diberi belanja rumah tangga. Atau perempuan gaji nya lebih rendah dari pada laki-laki. Dan tentunya banyak lagi jenis kekekerasan yang timbul dalam masyarakat dan termsuk dalam keluarga orang Kristen. Dan bagaiamana dengan pengalaman kita, adakah kekerasan yang terjadi? Dan hal itu sering dalam bentuk apakah? Tentu dalam keberadaan seperti ini gereja harus mempunyai sikap yang tegas untuk mencari solusi bagaiaman mengatasi kekerasan-kekerasan yang terjadi. Sebagaimana program dari Gereja-gereja sedunia yang telah mencanangkan tahun 2001 s/d 2010 adalah dasawarsa untuk mengatasi kekerasan (DOV) dengan non kekekerasan, dan tahun 2011 ini sebagai tahun peneguhan kembali kepada setiap pribadi dan gereja-gereja di dunia ini untuk tetap kommit “Non violence” (tanpa kekerasan) sekalipun kita menghadapi berbagai kekerasan. Sebab bila kekerasan dibalas dengan kekerasan akan menimbulkan kekerasan yang baru. Untuk ini peranan kita (perempuan) sangat sebagai pengikut Kristus sangat diharapkan. Mari kita lihat beberapa sikap yang hafrus kita praktekkan. Seperti yang diperlihatkan Yesus ketika Dia berhadapan dengan kekerasan. Yesus menganjurkan kepada para murid untuk bersikap cerdik dan tulus (Mat 10:16). Dalam terjemahan Alkitab King James Version kata “cerdik” diterjemahkan bijak (wise). Ini menunjukkan pentingnya kita harus tanggap dan sigap dalam menghadapi tindak kekerasan yang ada. Kesigapan itu terlihat dalam sikap kita ketika menghadapi kekerasan tidak bergantung pada kekuatan diri sendiri, melainkan pada Tuhan. Cerdik berarti tahu situasi dan dapat menempatkan diri dan berprilaku santun, sehingga dapat diterima di tengah-tengah masyarakat. Sikap tulus punya makna ketulusan, hidup sederhana dan tenggang rasa terhdap sesama dan lingkungan sekitar. Ketulusan inilah menunjukkan sikap rendah hati dan peduli terhadap sesama. Sehingga dengan kombinasi cerdik dan tulus merupakan sikap Yesus untuk meredam tindakan kekerasan. Yesus juga tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. Sikap dan peran seperti inilah menjadi contoh keteladanan bagi kita. Sekalipun saat kita menghadapi atau mengalami kekerasan adalah sangat manusiawi kalau kita akan melakukan perlawanan / pembalasan. Namun dalam keadaan seperti itu Yesus punya sikap tenang dan menyerahkan semuanaya kepada Allah karena Dialah akan bertindak. Dapat kita sebutkan sikap dan peran Yesus dalam menghadapi kekerasan ini adalah sikap pasif dan aktif. Pasif artinya Yesus tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. Sementara sikap aktif adalah sikap yang terus menerus bergantung kepada Allah Bapa dan mengharapkan jalan keluar yang akan diperbuatNya. Demikian juga sikap keteladanan yang diharapkan dari kita di saat menghadapi berbagai kekerasan. Kita punya sikap dan peran berlaku pasif dan aktif. Demikianlah juga Yesus melihat tindakan-tindakan kekerasan yang dialami oleh para muridNya, mereka diharapkan untuk memberlakukan damai sejahtra baik terhadap sesama juga di dalam persekutuan, dalam pekerjaan sehari-hari hari termasuk kepada ciptaan Tuhan lainnya. Dan sebagai mana kita sebutkan sebelumnya bahwa tindakan damai bukan hanya sebagai sapaan semata-mata tetapi menjadi suatu desakan untuk memberlakukan damai. Viloence ditiadakan dan diganti dengan kedamian dan kasih. Peran memberlakukan damai dapat diperlihatkan dan diperankan lewat sikap hidup berprilaku baik, benar dan adil. Memberlakukan kebenaran dan keadilan. Sebab dengan memberlakukan kebenaran atau keadilan akan menghasilkan ketenangan dan ketentraman hidup manusia (bnd. Mzm 32:17). Itu berarti dengan memberlakukan tindakan damai dalam persekutuan dan pekerjaan kita setiap harinya kita telah berada dalam peran melakukan “peace maker” (pelaku damai). Dan inilah seruan Petrus kepada jemaat yang sedang mengalami tindakan kekerasan ketika yaitu “janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.” ( I Petrus 3:9). Seruan ini juga menjadi desakan dan peneguhan bagi setiap kita termasuk para ibu yang hadir di sini. Bahwa Yesus tegas menyebut: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Mat 5:9-10). Dengan peneguhan ini punya makna bahwa setiap anak Allah adalah pembawa dan pelaku damai. Demikianlah peran wantia dan peran kita semua sebagai anak-anak Allah, sebagai wakil Allah di bumi ini untuk mewujdukan damai dan perdamain. Violence dihentikan dan peran dan tindakan damai diberlakukan. Yaitu dengan sikap menerima kepelbagian yang ada dan mempraktekkan sikap saling menghormati satu dengan yang lain sebagai gambar Allah.
5. Dari penjelasan di atas ada beberapa pokok pikiran yang perlu kita renungkan: Pertama, syalom atau eirene / damai adalah milik Allah. Untuk itu Allah adalah sumber damai sejahtera bagi kita. Untuk itu setiap orang yang berada dan yakin sepenuhnya kepada Kristus kita didesak dan dipanggil untuk melakoni damai dan perdamaian dalam setia kehidupan kita. Sekalipun dalam dunia ini banyak tindakan-tindakan violence / kekerasan, ketidakamanan namun kita kita dipanggil untuk tidak melakukan hal yang sama, melainkan meniadakan violence dan menggantinya dengan sikap berperan menghadirkan peace / damai di tengah-tengah persekutuan dan pekerjaan kita. Sikap dan peran kita mari kita teladani sikap cerdik dan tulus (Mat 10:16). Cerdik berarti tahu situasi dan dapat menempatkan diri dan berprilaku santun, sehingga dapat diterima di tengah-tengah masyarakat. Sikap tulus punya makna ketulusan, hidup sederhana dan tenggang rasa terhadap sesama dan lingkungan sekitar. Dengan ketulusan inilah menunjukkan sikap rendah hati dan peduli terhadap sesama. Kombinasi cerdik dan tulus merupakan sikap untuk meredam tindakan kekerasan. Kemudian sikap dan peran kita boleh perlihatkan sebagaimana sikap dan peran Yesus dalam menghadapi kekerasan yaitu sikap pasif dan aktif. Pasif artinya Yesus tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. Sementara sikap aktif adalah sikap yang terus menerus bergantung kepada Allah Bapa yang mampu memberikan solusi terbaik bagi kita. Seruan dan peneguhan Yesus ini : “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Mat 5:9-10) menjadi janji dan peneguhan bagi kita.
Saya akhiri ceramah ini dengan mengutip kata-kata mutiara Mohandas Gandhi: “If we wish to create a lasting peace, we must begin with the children” artinya bila kita ingin menciptakan damai yang kekal berkesinambungan kita harus awali dari anak-anak (kita)”. Semoga.


Syalom and eirene / horas bagi kita semua

Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung
Dosen STT Abdi sabda Medan.