Rabu, 07 November 2012

PEMAKNAAN YESUS SANG EKSORSIST DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN BERGERJA SAAT INI


PEMAKNAAN YESUS SANG EKSORSIST DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN BERGERJA SAAT INI
Oleh
Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung
Dosen STT Abdi Sabda dan Direktur Pasca Sarjana[1]


1. Pendahuluan
            Menguak percakapan Yesus dan Eksorsisme “menjadi hal yang menarik” untuk diperbincangkan saat ini. Mengapa saya katakan menjadi hal yang menarik, sebab dalam percakpan para teolog perihal Eksorsisme sepertinya dianaktirikan, artinya topik ini tidak menarik untuk diperbincangkan. Misalnya teolog-teolog seperti Schwitzer, Bultmann, Morton Enlin, Pannenberg dan Hans Conzelmann. Mereka ini mengabaikan perbincangan tentang eksorsisme. Gunter Bornkam sendiri hanya secuil mendiskusikan pelayanan Yesus tentang tanda-tanda mujizat dan eksorsisme.  
Bila kita ingin lebih jauh melihat alasan-alasan para teolog itu, dalam kesempatan ini kita akan ambil sebagai sebuah contoh saja, Rudolf Bultmann. Bultmann adalah sosok teolog yang rasional yang menggangap bahwa yang namanya itu tanda-tanda mujizat dan eksorsisme yang dilakukan Yesus pada zaman-Nya (baca:Yesus historis) adalah sesuatu yang tidak relevan dan aktual untuk zaman sekarang ini. Barangkali dengan mendasarkan “demitologi”nya Bultmann memahami bahwa mujizat yang dilakukan Yesus itu merupakan legenda semata atau tanda mujizat dan eksorsisme yang dilakukan itu banyak dibumbui oleh legenda atau mitos.[2]
Dengan latar belakang pandangan ini menyebabkan pembahasan tentang eksorsisme diabaikan. Kendatipun demikian  tidak dapat dipungkiri ada juga teolog yang lain yang tertarik membahas eksorsisme, misalnya EP. Sander dalam bukunya Jesus and Judaism dan Leonard Goppelt, dalam bukunya Theology of The New Testament volume 2 mereka menguak sedikit tentang eksorsisme.
Geza Vermes dalam bukunya Jesus the Jew mengakui pentingnya cerita eksorsisme dalam pemahaman Yesus yang historis. Bila kita membaca Alkitab Perjanjian Baru perbincangan eksorsisme ditemukan  hanya  dalam kitab Injil dan  Kisah Rasul (Kis 16:16-18), sementara dalam surat-surat Paulus kita tidak menemukan ada data-data tegas mengenai eksorsisme.[3] Sekalipun percakapan mengenai eksorsisme ini ada yang pro kontra antara mendukung maupun tidak, namun adalah sesuatu yang tak terbantahkan bahwa salah satu pelayanan Yesus ketika Dia di bumi ini ialah mengadakannya eksorsisme, dan para murid juga diberi kuasa untuk mengadakan eksorsisme (Mat 10:1; Mark 3:15; Luk 10: 8, 17-20; Kis 16:18).
Perlu kita pahami bahwa tindakan pelayanan eksorsisme dilakukan selalu dalam konteks penginjilan.[4] Misalnya ketika Yesus mengadakan eksorsis terhadap banyak orang yang dirasuk setan selalu kaitannya dalam konteks penginjilan sehingga tidak mengherankan bila setelah tindakan eksorsisme ini banyak orang yang takjub dan percaya kepada Yesus (Kis 16:16-34).

2. Defenisi Eksorsisme

Sebelum lebih jauh membahas mengenai Yesus and eksorsisme sangat arif bila kita menjelaskan apa arti atau makna eksorsisme. Kata eksorsisme ini berasal dari kata Yunani evxorki,zw, eksorkizo artinya “mendesak”, “menyumpahi”, dan “membebaskan atau mengusir”.[5] Dan kata eksorkizo sangat erat pengertiannya dengan  ‘orkizw, horkizo. Kata eksorkizo ini dalam kitab Matius, diterjemahkan dengan “demi Allah…” (Mat 26:63), dan kitab Kisah Rasul diterjemahkan dengan “aku meyumpahi kamu” (Kis 19:13). Sedangkan dalam terjemahan Alkitab lainya misalnya King James Version (KJV) dan New Jerusalem Bible (NJB) tegas menerjemahkan eksorkizo dengan exorcist. Dari arti etimologi ini dapat artikan bahwa eksorsisme yaitu suatu tindakan mengusir atau mendesak kuasa iblis keluar dari tubuh seseorang. Graham H. Twelftree mendefenisikan eksorsisme sebagai berikut:

“Exorcism as a form of healing used when demons or evil spirits were thought to have entered a person and to be responsible forsickness and was the attempt to control and cast out or expel evil spiritual beings or demon from people”.[6]

Terjemahan bebasnya sebagai berikut: “Eksorsis merupakan suatu bentuk penyembuhan yang digunakan ketika setan atau roh jahat telah masuk dalam pribadi seseorang dan bertanggung jawab atas penyakit seseorang serta berupaya untuk mengontrol atau mengusir makhluk spiritual atau iblis yang mendiami manusia”.

Albertus Purnomo mengartikan eksorsisme itu bukan dalam arti “mengusir” melainkan lebih kepada “meminta otoritas yang lebih berkuasa untuk mendesak roh jahat untuk bertindak sesuatu yang berlawanan dengan keinginannya”.[7]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkn eksorsisme adalah suatu tindakan pelayanan mengusir dan mendesak setan keluar dari diri seseorang, dan kuasa untuk pengusiran itu bukan diri dan kekuatan manusia melainkan kuasa dari Yesus Kristus. Hal ini sangat tegas disebutkan penulis Injil Lukas bahwa kuasa atau kekuatan untuk menguasai atau mengusir setan dan penyebab sakit penyakit adalah dari kuasa Yesus Kristus (Luk 9:1).

3. Eksorsisme dalam kehidupan Yahudi

Pelaksanaan eksorsisme dalam dunia Yahudi, dapat kita lihat dari data informasi kitab-kitab non Kanonik misalnya dari literatur-literatur Yahudi khususnya dalam literature zaman intertestamental period (antar perjanjian) yaitu sekitar tahun 200 BCE hingga 100 CE serta dari beberapa teks-teks Qumran. Misalnya dalam kitab Tobit menceritakan bahwa ada seorang yang bernama Sara, anak Perempuan dari Reguel dari Ekbatana negeri Media. Sara telah melangsungkan perkawinan sampai tujuh kali dengan laki-laki namun perkawinanya selalu menyisakan misteri yang mengerikan. Sebab setiap malam pertamanya setelah perkawinannya selalu si laki-laki (suaminya) mati karena dibunuh secara misterius oleh Asmadeus atau disebut juga “setan si jahat” (Tobit 3:7-8). Alangkah ngerinya pengalaman keluarga Sara bahkan tak terbayangkan betapa susahnya orang tua Sara untuk selalu bergegas menguburkan menantu laki-laki itu sebelum mentari menyingsing. Tujuannya supaya tidak diketahui oleh khalayak ramai. Namun dengan pertolongan Rafael, yaitu seorang malaikat Tuhan, Sara dapat dibebaskan dari cengkeraman kuasa Asmadeus si jahat itu. Hal ini terbukti ketika Tobia bin Tobit direncanakan perkawinannya dengan Sara. Sama seperti sebelumnya kekuatiran selalu menerpa baik Sara maupun orang tuanya di saat malam pertama,  namun malam perkawinan Sara dengan Tobia mengukir sejarah yang baru. Hal inilah yang diceritakan lebih lanjut bahwa sebelum Tobia masuk ke kamar istrinya Sara di malam pertama, dia lebih dahulu membakar sedikit jantung dan hati ikan yang sudah ditangkapnya sebelumnya, kemudian setelah dibakar ditaruh di pedupaan untuk mengasapkannya. Artinya dengan ditaruhnya jantung dan hati ikan itu di pedupaan akan mengeluarkan bau harum dan semerbak, maka saat setan (Asmadeus) menghirupnya ia akan lari dan tidak akan muncul lagi kepada Sara (Tob 6:1-17). Sehingga malam pertama perkawinan mereka berjalan dengan mulus.
Melalui kitab Tobit ini terlihat tindakan Eksorsisisme kepada Sara yang selalu menerima kenyataan pahit di malam pertamanya. Namun di saat Tobia patuh dan menjalankan pesan yang disampaikan oleh Malaikat Tuhan, Rafael kepadanya, maka sang Iblispun lari dan tidak berani datang kembali. Dari bacaan literature ini terlihat adanya potret pelaksanaan eksorsisme di dalam kehidupan Yahudi merupakan  sesuatu yang konkrit terjadi.[8]  
Dalam Apocalypses Abraham (abad I-II CE),Abraham mengingat kembali dalam penglihatannya Malaikat Iaoel menasehatkannya untuk menghadapi Azazel malaikat yang jahat itu dengan ungkapan tegas sebagai berikut:

Katakanlah kepadanya (malaikat Azazel) kiranya engkau menjadi tungku rokok perapian di bumi. Pergilah Azazel ke bagian bumi yang tak terlalui. Untuk warisanmu lebih dari orang-orang yang ada bersamamu, dengan bintang-bintang dan dengan laki-laki yang dilahirkan oleh awan, yang porsimu memang adalah melampaui keberadaanmu. Permusahan adalah tindakan saleh bagimu. Oleh karena itu penghancuran akhirnya berlalu daripadaku. Dan saya sampaikan ini karena malaikat itu telah mengajarkanku demikian.[9]

Dari pernyataan di atas memperlihatkan adanya tindakan eksorsisme atau pengusiran oleh Abraham kepada Azazel sebagai malaikat yang jahat (baca Iblis). Ini menjadi contoh bahwa pengusiran si jahat dalam abad –abad pertama Masehi. 
            Dalam Kitab gulungan Laut Mati juga ada memperlihatkan tindakan eksorsisme. Misalnya dalam kitab Apokrif Kejadian menyebutkan bahwa Allah mengutus roh (spirit) yang menghukum untuk menimpakan penderitaan kepada Raja Firaun dan anggota keluarganya karena Firaun telah mengambil Sarah dari Abraham. Dengan adanya penderitaan / penyakit yang menimpa Firaun ketika itu, maka iapun meminta Abraham untuk memindahkan (baca: mengadakan eksorsisme) penyakit itu dari padanya. Lebih tegasnya Firaun berkata kepada Abraham: “Sekarang berdoalah untukku dan untuk keluargaku supaya roh jahat yang menimpaku itu keluar daripada kami. Oleh karena itu aku berdoa untuknya….dan aku tumpangkan tanganku ke atas kepalanya dan mengusir (eksorsist) penyakit itu keluar darinya”. Dan ketika itu Firaun dan keluarga sehat seketika. Demikian juga dalam kitab Qumran, Daud dan Salomo dalam praktek eksorsisme / mengusir roh-roh jahat bukan dengan kemampuan mereka namun selalu mengandalkan kekuatan Tuhan / Yahwe. Misalnya dalam kitab Qumran, Daud saat mengadakan eksorsis, ia juga wajib menciptakan empat buah lagu dan menyanyikannya. Sekalipun kita tidak diberitahu bentuk lagunya namun lagu itu dinyanyikan saat pelaksanaan pengusiran roh jahat terhadap mereka yang dirasuk kuasa iblis (11Q5 27:9-10). Juga pengusiran-pengusiran setan dilakukan melaui Doa.[10] Bahkan ada yang meminta Allah untuk mengutus malaikat yang lebih berkuasa (powerful) untuk mengusir si jahat ke jurang besar ( 11Q11 4.7-9). Dan bagi setiap orang yang menyaksikan pengusiran itu mereka memberi responnya dengan berkata “amen-amen” (bnd. 4 Q511 4; 11Q11 5.14).[11]
Yohanan bin Zakkai menyebutkan orang-orang dirasuk roh jahat membawa akar-akaran dan membakarnya serta memercikkan air kepadanya, tujuannya supaya roh jahat yang ada dalam diri orang itu keluar. Josephus mengakui bahwa peranan asap pembakaran itu sangat penting dalam pengusiran roh jahat (Ant.8.47). Justinus juga menyebut saat orang Yahudi mangadakan pengusiran roh-roh jahat mengucapkan perkataan : “Di dalam nama Allah Abraham, dan Allah Ishak dan  Allah Yakub (Dial. 85.3).[12]
Dalam tradisi Yahudi roh-roh jahat sering diusir sambil menyuruh mereka masuk dalam sebuah tempat, benda atau kepada binatang. Misalnya rumusan eksorsisme dalam Talmud Yahudi yang dipakai untuk menyembuhkan kebutaan karena roh jahat terdapat permintaan agar roh kebutaan segera meninggakan si korban dan masuk ke dalam biji mata, mata seekor anjing.[13] Tindakan ini hampir sama dengan cara Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa (bnd.Luk 8:33).
Dalam Talmud orang Yahudi yang dikutip oleh Twelftree dari Vermes Judaism 8, menjelaskan bahwa rabbi Yahudi juga dapat melakukan eksorsisme secara jarak jauh kepada anak dari Rabbi Gamaliel yang ketika itu dirasuk setan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian berikut ini:

Hal itu terjadi saat anak Rabbi Gamaliel mengalami sakit. Kemudian Gamaliel mengutus dua (2) orang muridnya kepada Rabbi Hanina ben Dosa agar kiranya dia berkenan mendoakan kesembuhan anaknya. Ketika Rabbi Hanina melihat kedua orang yang disuruh Gamaliel dia beranjak naik ke atas loteng rumahnya untuk berdoa. Setelah selesai berdoa dia turun seraya mengatakan kepada kedua murid Gamaliel. “Pergilah kamu, sebab penyakit demam anak itu telah meninggalkan dia”. Kemudian kedua murid ini berkata keadanya, “Apakah engkau seorang nabi”? Dia menjawab, “Aku bukanlah nabi, bukan pula anaknya nabi, tapi beginilah saya diberkati: Bila saat aku berdoa lancer, maka orang yang sakit itupun pulih kembali. Sebaliknya bila tidak lancer maka saya tahu bahwa penyakinya fatal”. Dan kedua murid itupun duduk dan mencatat waktu ketika itu. Kemudian setelah mereka kembali kepada rabbi Gamaliel, rabbi ini berkata kepada mereka, “Melalui sorgawi, pada waktu kamu mencatat waktu, ketika itulah juga anakku sembuh dan dia meminta air minum (bar 34b). [14]

Dari informasi Talmud di atas jelas bagi kita bahwa dalam budaya Yahudi pelaksanaan eksorsisme juga berlaku dengan cara jarak jauh. Ini  ada miripnya dengan kesembuhan anak perempuan dari Sirofenisia yang dirasuk setan namun disembuhkan Yesus secara jarak jauh (Mark 7:24-30).

Dari contoh-contoh pelaksanaan eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi di atas nyata bahwa yang mengambil peranan utama dalam pelaksanaan eksorsisme bukan si eksorsist itu sendiri melainkan kepada otoritas nama yang mereka sebutkan ataupun ke alamat doa yang mereka sampaikan yaitu kepada Allah sendiri. Sekalipun kadang ada sarana yang digunakan seperti hati dan jantung ikan ataupun, air atau akar-akaran itu hanyalah sarana sekunder. Dengan demikian pelaksanan eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi selalu dikaitkan dengan kuasa kekuatan Allah dan bukan kekuatan manusia.

4. Yesus sang eksorsist dan impliksinya dalam kehidupan bergereja

Dari data-data Alkitab khususnya dari kitab Injil dan Kisah Rasul misalnya Injil Markus 1:23-28; 5: 1-20; Matius 8: 16; 30-32; Lukas 4:33-37 dan Yohanes 8:48-52 memaparkan bahwa salah satu fungsi kehadiran Yesus ke dunia yaitu untuk membebaskan manusia dari cengkraman kuasa iblis dan kuasa kegelapan. Yesus adalah sang eksorsist. Bahkan para murid Tuhan Yesus diberi kuasa menjadi actor eksorsist ( bnd. Mrk 3:13-15 // Mat 10:1-4; Mark 6:6b-13// Mat 10:7-11/Luk 9:1-6). Hanya menjadi pertanyaan sekarang adalah bila kita kaitkan dengan pembahasan-pembahasan sebelumnya bahwa tindakan eksorisme sudah ada, sudah dipraktekan dalam kehidupan orang Yahudi, atau di zaman klasik Asia Timur Dekat lainnya; maka apakah Yesus sang eksorsist dan para murid itu masih mempunyai makna nilai yang baru untuk disampaikan kepada kita? Sebab bila diperbandingkan dengan pelaksanaan eksorsisme sebelum atau di zamannya Yesus, memang satu sisi punya kaitan langsung, misalnya bahwa roh jahat itu dapat diusir dari diri manusia dan dialihkan kepada ke jurang ataupun ke binatang tertentu, misalnya kepada seekor anjing (dalam Talmud orang Yahudi) atau juga kepada “babi” (Luk 8:32-33). Dalam pengusiran kuasa setan orang Yahudi  menggunakan parkataan: “Di dalam nama Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Penyebutan ini bisa dihubungkan dengan pengusiran yang dipraktekkan dalam Alkitab dengan menggunakan rumusan: “demi namamu”. “Kata Yohanes kepada Yesus: "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita."  (Mark 9: 38; Luk 10: 17). Juga eksorsisme dapat dilakukan secara jarak jauh baik dalam kehidupan orang Yahudi dan di Alkitab. Namun di sisi lain kita menemukan perbedan yang sangat besar. Ketika Yesus melakukan eksorsisme, orang yang dirasuk setan berhadapan secara langsung dengan kekuatan (power encounter)[15]. Misalnya ketika Yesus berada di rumah ibadat di Kapernaum, ada seorang  yang kerasukan roh jahat, dan berteriak kepada Yesus: “Apa urusan-Mu dengan kami Hai Yesus orang Nazareth, Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau yang kudus dari Allah” (Mark 1:23-24). Demikian juga ketika orang Gerasa yang dirasuk setan itu melihat Yesus dari jauh, berlarilah ia untuk mendapatkanNya lalu menyembahNya dan dengan keras ia berteriak: Apa urusanmu dengan aku , hai Yesus, Anak Allah yang maha tinggi? Demi Allah jangan siksa aku (Mrk 5:6-7). Dalam Markus 9:20 ketika roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangkannya dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling…” Contoh-contoh ini memberi penegasan bagi kita bahwa orang yang dirasuk setan sedang berhadapan dengan kekuatan yang luar biasa yaitu dengan Yesus. Sementara eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi kita tidak menemukan power encountering  antara yang dirasuk setan dengan pelaku eksorsist itu sendiri.
Demikian juga saat pelaksanaan eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi masih bergantung dengan pelaksanaan ritual, misalnya dengan menggunakan sarana membakar hati dan jantung ikan (ingat kisah Tobia yang sudah saya jelaskan sebelumnya) sementara Yesus secara langsung menghardik iblis. Misalnya dengan mangatakan: “Diam, keluarlah dari padanya” (Mark 1:25). “Hai engkau roh jahat, keluarlah dari orang ini” (Mark 5:8; 9:25), bahkan Yesus juga  menanyakan namanya: “Siapakah namamu, jawabnya: namaku : Legion, karena kami banyak” (Mrk 5:9).[16] Yesus dalam pelaksanaan Eksorsisme tidak lagi melibatkan kuasa yang lebih superior seperti yang dilakukan orang Yahudi dan  bangsa-bangsa lain, melainkan Dia sendiri secara langsung menghardik ataupun mengusir setan dari tubuh yang dirasuk setan tersebut. Twelftree lebih jelas mengungkapkan seperti berikut. Kalau selama ini formula yang dilakukan para eksorsist adalah  menggunakan kata ‘orkizw , horkizo (mendesak, menyumpahi, mendesak), namun sekarang Yesus mengubahnya bukan lagi memakai kata horkizo melainkan kata egw , ego artinya “aku”, “saya” (menunjukkan penegasan, pengerasan bahwa yang mendesak supaya iblis itu keluar dari tubuh manusia adalah Yesus sendiri bukan kuasa lain)[17]. Dalam Markus 9:25: evgw. evpita,ssw soi…(ego epitassw soi,aku (“hanya aku”) memerintahkan engkau keluarlah dari pada anak ini dan jangan memasukinya lagi”. Kata “ego epitasso” sangat jarang digunakan untuk mengusir setan tetapi justru dalam ayat inilah Yesus menggunakannya.[18] Semua ini mau menunjukkan kuasa perbedaan yang nyata antara Yesus sebagai sang eksorsist dengan eksorsist-esksorsist lainnya.
Selain perbedaan di atas, ada lagi perbedaan yang paling mendalam yaitu   pelaksanaan eksorsisme yang dilakukan Yesus bukan bermaksud hanya untuk mengusir, mendesak setan keluar dari diri manusia, melainkan dengan eksorsisme itu sendiri Yesus sedang memproklamasikan kerajaan Allah atau kerajaan sorga sudah hadir di tengah-tengah mereka. Pemaknaan seperti ini tidak ditemukan dalam pelaksanaan eksorsisme lainnya. Kitab Matius jelas menyebutnya: “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Mat 12:28; Luk 11:20). Dari pemaknaan inilah nyata eksorsisme yang dilakukan Yesus memiliki makna yang jauh lebih dalam dari eksorsisme lainnya. R.H. Hiers dalam bukunya The Kingdom of God in the Synoptic Tradition seperti yang dikutip Twelftree menyebutkan “Jesus says that the exorcisms themselves are the coming of the kingdom”. Yesus mengatakan bahwa pelaksanaan eksorsisme-eksorsisme adalah pertanda hadirnya kerajaan Allah. Itu berarti eksorsisme menjadi pembuktiaan bahwa kerajaan Allah telah hadir, sedang hadir di bumiini. Oleh karena itu kalau Otto Betz pernah menyebut, “pelaksanaan eksorsisme  merupakan persiapan kehadiran kerajaan Allah, ternyata pandangan ini gugur. Sebab eksorsisme bukan illustrasi, pengembangan atau peneguhan pemberitaan Yesus. Tetapi pengusiran setan-setan, menunjukkan bahwa misi Yesus terjadi, teraktualisasi dan digenapi. Sehingga eksorsisme yang dilakukan Yesus bukan hanya menyembuhkan dan mengusir kuasa setan dari diri manusia, tetapi  juga menunjukkan bahwa kerajaan Allah sedang beroperasi.[19] Twelftree menyebut dengan kata lain eksorsisme berarti mendemonstrasikan bagi kita bahwa eskatologis sudah hadir di dalam diri Yesus. Demikian juga dengan pengusiran setan / iblis  dalam diri manusia memiliki makna  bahwa zaman mesias sudah hadir.[20] Oleh karena itu dengan eksorsisme yang diperlihatkan Yesus membuktikan bahwa Dialah Mesias sesungguhnya yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama.
Dengan pemaknaan di atas ada beberapa impliklasi yang dapat kita berlakukan di dalam kehidupan bergereja:
 Pertama, Yesus sang eksorsist telah  mengusir kuasa setan dan kuasa kegelapan dari hidup manusia. Ya, benar Yesus telah mengalahkan kuasa maut, iblis dan kematian, namun perlu kita garis bawahi bahwa Yesus “belum” menghancurkannya atau membinasakannya. Itu berarti setan masih eksis hidup dan berkuasa dulu dan hingga saat ini. Untuk memahami setan masih eksis hidup dan berkuasa dapat dihubungkan dalam perumpamaan lalang di antara gandum (Mat 13:24-30). Gandum dan lalang dapat tumbuh bersamaan namun dalam di masa panen (akhir), gandum akan dikumpulkan ke dalam lumbung sedangkan lalang akan diikat untuk dibakar. Petrus tegas menyebutnya bahwa iblis masih eksis dan punya kuasa: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1 Ptr 5:8). Iblis dan kuasaNya adalah sesuatu yang nyata di zaman Yesus dan di zaman kita saat ini. Iblis berjalan berkeliling mencari orang yang dapat ditelannya. Tetapi di saat yang sama Kristus yang sudah bangkit itu telah mengalahkannya iblis. Sehingga sekalipun ada kuasa iblis, kekuatannya hanya terbatas dan dengan keyakinan di dalam nama Yesus kita dapat menaklukkannya dan kita di pihak yang menang (bnd. Yoh 16:33).
Kedua, eksorsisme bukanlah monopoli seseorang atau monopoli gereja tertentu. Misalnya seperti yang pernah dilakukan di gereja Katolik bahwa eksorsisme hanya boleh dilakukan oleh orang yang disetujui Uskup dengan otoritas dan aturan-aturan yang ketat.[21] Tetapi pelayaann ini adalah “given” diberikan Tuhan kepada setiap orang yang dipercayakanNya. Menurut Justinus, Tertulianus dan Orgines sebagaimana dikutip Gabriele Amort menyebut bahwa “setiap orang kristen adalah exorsist”, artinya setiap Kristen (orang percaya) memiliki kuasa untuk mengusir setan dan kuasa itu diterima melalui iman di dalam Yesus Kristus.[22] Namun dalam prakteknya  pengikut Kristus bisa juga tidak berhasil mengadakan eksorsisme (bnd. Lukas 9:38-40). Dalam keadaan ini bukan berarti melemahkan kepercayaan kita, sebab Tuhan dalam anugerahNya bebas memberikan bagi setiap orang percaya berbagai karunia-karunia pelayanan ada karunia untuk eksorsisme, ada karunia berkata-kata dengan hikmat, atau karunia menyembuhkan atau karunia khusus lainnya (baca 1 Kor 12: 1-11). Semunya karunia-karunia ini adalah berguna dalam rangka misi pelayann di dunia ini.
 Ketiga, makna pelayanan eksorsisme bukan hanya oreintasi untuk mengusir dan menyembuhkan manusia dari keterikatan kuasa setan, juga untuk memperlihatkan tanda-tanda kerajaan Allah masih hadir di dunia ini. Kerajaan Allah sifatnya selalu membebaskan manusia dari berbagai belenggu. Untuk itu gereja sepanjang masa terpanggil ikut terlibat membebaskan manusia bukan saja bebas dari kuasa-kuasa kegelapan, tetapi membebaskan manusia dari berbagai bentuk keterbelakangan, penderitaan, penindasan, dan perbudakan modern yang saat ini sangat marak dalam berbagai bentuk. Itulah bagian dari tanda-tanda kerajaan Allah masih hadir di dunia ini. Dengan hadirnya tanda-tanda kerajaan Allah di bumi ini semakin banyak orang percaya dan takjub serta memulikan Tuhan dalam hidupnya.
Ke-empat, setiap orang yang mendapat kepercayaan pelayanan eksorsisme perlu diingatkan untuk berpikir analitis dan kritis sehingga tidak menggeneralisasi bahwa semua penyakit, penderitaan yang dialami seseorang adalah pengaruh kuasa setan. Sekalipun kita mengakui bahwa kuasa setan dapat menimbulkan sakit penyakit dan penderitaan namun tidak selamanya penyakit atau penderitaan itu akibat kuasa setan. Dalam Perjanjian Baru jelas pemisahannya, ada orang mengalami sakit penyakit dan juga orang yang dirasuk setan bahkan ada juga kerasukan setan, juga buta dan tuli (Mat 12:22). Dalam Matius 4: 24 memperjelas bagi kita. Di seluruh Siria tersiar berita tentang Yesus, banyak orang yang menderita dibawa kepadaNya. Mereka itu memiliki pelbagai penyakit dan sengsara, ada yang kerasukan, dan ada pula yang sakit ayan dan lumpuh kemudian Yesus meyembuhkannya (bnd. Mark  1:23; Luk 7:21; 9:1 dan Kisah 5:16). Banyak pelbagai penyakit yang disembuhkan Yesus namun tidak semuanya penyakit itu adalah yang diakibatkan oleh iblis atau kuasa setan. Untuk itu perlu sikap analitis dan kritis untuk membedakan mana yang sakit karena penyakit biasa, mana penderitaan karena kurang giji, atau berkaitan dengan psikologis dan mana pula yang memang benar yang dirasuk setan. Tanpa pemahaman seperti ini penderitaan atau sakit penyakit dialami bukan sembuh bahkan dapat menimbulkan situasi yang lebih parah yaitu menimbulkan unsur saling menghakimi sesama, misalnya dihakimi tidak punya iman atau terikat dengan kuasa roh nenek moyang dll.
Kelima, untuk lebih memastikan seseorang itu dirasuk setan atau tidak perlu konsultasi lebih dahulu kepada tenaga ahli misalnya dokter, pskiater atau tes-tes yang berkatian dengan psikologis. Salah satu contoh tes yang dapat digunakan apakah seseorang dirasuk setan atau tidak dapat mempertimbangkan dengan apa yang sudah dibuat gereja Katolik sebagai berikut: seseorang masuk kategori kerasukan setan indikasinya sebagai berikut: kekuatannya melampaui kekuatan manusia biasa, disertai sikap tiba-tiba mau menyerang dan kejang-kejang, sering dalam kebingungan, identitasnya sering berganti-ganti (change in personality); memiliki pengetahuan masa depan, atau mengetahui informasi yang sifatnya rahasia, mampu memahami dan berkomunikasi dalam bahasa yang tidak diketahuinya. Demikian juga berpikiran cabul atau jorok;  badan bau busuk atau bau belerang; perut buncit, kehilangan berat badan seperti orang yang mau mati, suara kadang berubah-ubah, kadang suara dalam, kadang suara serak-serak, kadang suara megancam, dan suara berteriak dengan parau. Sekalipun demikian ada tanda—tanda yang kita sebutkan ini seorang eksorsist harus waspada sebab tidak semua contoh-contoh yang disebutkan itu mutlak menjadi ciri orang yang kerasukan setan. Misalnya orang yang kejang-kejang itu bisa gejala epilepsy. Identitas yang berubah-ubah bisa pertanda histeris atau skizoprenia atau juga malfungsi psikologis. Tindakan atau pikiran cabul dan pikiran kotor bisa pertanda gangguan mental. Perut buncit bisa pertanda kurang gizi, atau gangguan kesehatan lainnya. Karena itu dalam pelayanan eksorsisme perlu dibentuk team yang solid ada unsure hamba Tuhan, dokter  ataupun  psikater.

Kepustakaan:
Bacaan Utama: Alkitab, Jakarta, LAI, 2010.
Amorth, Gabrielle, An Exorcist Tell His Story, terj. dari bahasa Italia oleh Nicoletta V. MacKenzie (San Fransisco, Ignatius Press, 1999).
Gatumu, Kabiroo Wa, “Deliverance and Exorcism in Theological Perspective 2: Possession and Exorcism as New Testament Evidence for a Theology of New Testament Evidence for a Theology”, Exorcism & Deliverance Multi-Disciplinary Studies, eds, William K. Kay dan Robin Parry (Paternoster, 2011).
Purnomo, Albertus Iblis dalam Alkitab (Jogyakarta: Penerbit Kanisius, 1912).
Sorensen, Eric, Possession and Exorcism in the New Testament and Early Christianity (Tubingen: J.C. B Mohr (Paul Siebeck, 2002).
Thomas, John Christopher., The Devil, Disease and Deliverance Origins of Illness in New Testament Thought (Sheffield Academic Press, 1998).
Twelftree, Graham H, Jesus the Exorcist A Contribution to Study of the Historical Jesus (Tubingen: J.CN. Mohr (Paul Siebeck, 1993).
------------.,“Deliverance and Exorcism in the New Testament”, Exorcism & Deliverance Multi-Diciplinary Studies, eds, William K. Kay dan Robin Parry (Paternoster, 2001).
-----------.,  In the Name of Jesus Exorcism among Early Christian (Mic. Baker Adademic Grand Rapids, 2007).

Adelade, 12 Juli 2012.



[1] Karya ilmiah ini ditulis saat penulis mengadakan Sabbatical Leave di Australia, Juli-Agustus 2012 di Australian Lutheran College (ALC) Adelaide, Australia.
[2] Untuk melihat lebih lanjut percakapan pro dan kontra para ahli apakah mereka tertarik atau tidak mengenai eksorsisme yang dilakukan Yesus, silakan membaca bukunya, Graham H. Twelftree, Jesus the Exorcist A Contribution to Study of the Historical Jesus (Tubingen: J.CN. Mohr (Paul Siebeck, 1993), 1-21.
[3] Sekalipun kita dapat membaca bahwa Paulus pernah melakukan eksorsisme terhadap seorang hamba perempuan yang memiliki roh tenung (Kis 16:18), namun laporan ini bukan bersumber dari surat-surat asli Paulus (proto Pauline) melainkan dari penulis Lukas. Graham H. Twelftree, pernah mengemukan barangkali atau kemungkinan Paulus juga menggubrisnya yaitu di saat Paulus menuliskan ke jemaat Korintus: “sebab kerajaan Allah bukan terdiri dari perkataan tetapi dari kuasa”
(1 Kor 4:20). Perkataan “kuasa” dalam ayat ini menunjukkan kemampuan mengadakan tanda-tanda mujizat dan eksorsisme, namun Twelftree mengakui itu hanyalah sebuah “kemungkinan saja”, lih. Graham H. Twelftree, In the Name of Jesus Exorcism among Early Christian (Mic. Baker Adademic Grand Rapids, 2007), 57-77; bnd. Graham H. Twelftree, “Deliverance and Exorcism in the New Testament”, Exorcism & Deliverance Multi-Diciplinary Studies, ed. William K. Kay dan Robin Parry (Paternoster, 2001), 55-59.
[4] Bnd. John Christopher Thomas, The Devil, Disease and Deliverance Origins of Illness in New Testament Thought (Sheffield Academic Press, 1998), 307-309.
[5]Kata orkizw, horkizw, mempunya arti  yang sama dengan exorkizw , eksorkizo artinya “mendesak”, “menyumpahi”, dan mendesak seseorang dengan sangat, termasuk di membebaskan dan mengusir (bnd. Mat 26:63; Kis 19:13; dan 1 Tes 5:27)

[6] Graham H. Twelftree, Jesus the Exorcist A Contribution to Study of the Historical Jesus (Tubingen: J.CN. Mohr (Paul Siebeck, 1993), 11.
[7] Albertus Purnomo, Iblis dalam Alkitab (Jogyakarta: Penerbit Kanisius, 1912), 61.
[8]Bnd. Eric Sorensen, Possession and Exorcism in the New Testament and Early Christianity (Tubingen: J.C. B Mohr (Paul Siebeck, 2002), 47-55.
[9]Ibid, 63-64.
[10]Ibid 65-74.
[11] Twelftree, In the Name of Jesus, 36-37.
[12] Ibid, 39-40.
[13] Purnomo, Op.cit 61.
[14] Twelftree, Jesus the Exorcism 145-146.
[15] Twelftree, In the Name of Jesus.,46.
[16] Dalam pemahaman orang Romawi legion memberi arti secara literal menunjukkan pasukan tentera yang sangat banyak jumlahnya yaitu terdiri dari 4200 hingga 6000 laki-laki dengan barisan kavilerinya, lih. Sorensen, Op.cit., 128-129.
[17] Dapat kita bandingkan dengan penggunaaan kata egw eimi, ego eimi ”aku, aku adalah  ....” (Yoh 14:6; 15:1 dll). Ungkapan ini adalah ciri khas Injil Yohanes. Kata ego eimi yang artinya adalah sama yaitu “aku adalah aku”. Dengan menggunakan kata itu secara bersamaan mengandung arti mengeraskan, menegaskan sehingga ego eimi “aku adalah aku” berarti tidak ada yang lain, tidak ada lagi jalan, kebenaran dan kehidupan selain Yesus.
[18] Twelftree, Jesus the Exorcist, 163-165.
[19] Ibid, 168-171.
[20] Ibid, 217-219.
[21]Kabiroo Wa Gatumum, “Deliverance and Exorcism in Theological Perspective 2: Possession and Exorcism as New Testament Evidence for a Theology of New Testament Evidence for a Theology”, Exorcism & Deliverance Multi-Disciplinary Studies, eds, William K. Kay dan Robin Parry (Paternoster, 2011), 238, bnd. Gabrielle Amorth, An Exorcist Tell His Story, terjemahan dari bahasa Italia oleh Nicoletta V. MacKenzie (San Fransisco, Ignatius Press, 1999), 183.
[22] Gabrielle Amorth, 183.

Pemberitaan Firman : Yer 31:7-9



Ambilan Minggu 27 Oktober 2012
Jeremia 31:7-9
Hita haganupan sanggah panorang panorang sonaha do pangahapta “bergairah hita” artini  morosuh tumang uhurta  mamuji Tuhan. Bersemangat tumang hita laho marminggu, pakon  marpartonggoan.  Balosta tar marbeda-beda do ra tene. Mungkin dong mangkatahon sanggah dear hasil hunjuma, tudu homa hargani. Dong do homa jolma manobut sanggah dong pakeian na baru sonin ma ringgas, mesekni, malas tumang uhurni laho hu parmingguan. Tapi anggo baju-baju biasa do songon na hurang do pangahapni. Bahkan dong jolma kesal agepe laho marminggu, ibukani honsi lamari pakiaan irumahni nini ma sonon, “dong pelang baju,,,,”  hape buei do baju ilamari na marsigantungan. Na neba dari dong do homa bergairah hu gareja halani niombahni marayat-ayat mardeklamasi pakon  na legan sanggah panoranag-panorang natal. Dong homa alasanni ase ulang sompat roh holi parhorja hu rumahni mangarahkonsi atap menggembalahonsi. Tontu anggo on ope factor-faktor mambahen ringgas hita, rapuh, damok tumang do alasan ai sisonai ai. Tontu alasan na utama janah porlu aima iahaphon hita idop ni uhur pakon pasu-pasu ni Tuhan, marhitei honni ai mendorong hita “marododor ma hita laho misir huparmingguan. Porini pe dong na lobih hurang,  pongkut manangihon ambilan damei do tong-tong (bnd. Hal 412).
Hita haganupan sonari on bilangan ni halak na roh huparmingguan, menurun, grafik turun. Aha do namambahen ai manurut nasiam? Au baru-baru on dong kesempatan dua bulan i Australia penelitian janah kunjungan-kunjungan gareja, namarminggu ijai bueinan ma halak na matua-matua, halak namarkursi roda, masuk hu gareja, manjalo HBN horja banggal sidea roh hulobei marhitei  kursi roda, janah dong kayuh-kayuh sandiri, tapi dong homa ningon dong ma halak na legan mendorong. Artini ai, namatua-matua, nadomma ubanan, tapi pongkutr, sihol do uhurni laho marhasadaon, poataridahkon haporsayaonni.  Hape anggo na poso, tengah baya. Jarang do taridah. Husungkun ma piga-piga halak mase sonai, nini sidea, dong manghatahon halani pengarauh zaman na maju on, na deba nari halani lang adong pala mampanghorhon bani sidea persekutuan gareja ai. Halnai ekonomi sidea maju, duit do dong, huja nini uhurni gampang, tranportasi lancer dear ganupan. Gaji atap pendaptan lobih. Halani ai lang porlu bannami namargereja. Rahanan ma marbola, manonton, pakon tindakan-tidnakan na mambahen malas uhurni. Tapi age sidea otik do marminggu, namatua-matua on tapi anggo perhatian, kepedulian bani horja –horja sending, mangurupi luar biasa jenges pakon sipujian ma homa. Manggalang sahali do homa tapi tapi misalni 30 halak na oroh tapi galanganni aima 2 hu 3 juta. Ase agepe sada pihak otik namarminggu tapi porngis, jenges marsaksi, mangidangi sonai homa sirisr  melayani marhitei aha na dong bani aima sada contoh homa na porlu age ibanta on.  
Hita haganupan konteks ni ambilan on aima sanggah Israel i habuangan babel. Bangsni Naibata, lesu, bahkan mungkin goyah, pingkiranni ni sidea, mase hanami tarbuang. Sehingga boi mangorui semangatni mar Tuhan. Bahkan sangsi pasal Tuhan. Dos ma ai ai homa anggo boi ihubungko hita misalni domma parhorja kuria hita, marpuluh-puluh tahun, gariada domma goranon senior . Tapi sonon-sonon do hansa sijaloonku. Naborit pe margantih soluk torus. Songon na so adong do arti na ahapkon sebagai parhorja diri. Dobni rapuh, sangsi use ia pasal Tuhan.dob tergoda ma use marnaibata / marpangarapan bani ne legan.
Tapi agepe sonai yakin do hita seyakin-yakinni Tuhanta aima Tuhan na bujur, Tuhan na adil, gok holong do ia hubanta. On ma na sihol padashononi Nabi Jeremia aima janji ni Naibata , sura-sura ni Naibata bani sidea. Iteguhkan nabi Jeremia on do sidea, ase totap tegar, agepe ibagas masa-masa sukar / terbuang.  Nini nabi on :Gogoh ma hanima mandoding, ibagas malas ni uhur bani si Jakob, anjaha marsurak-surak ma mangolobkon pambobai ni bangsa-bangsa” (ay.7). Nini use baritahon puji anjaha hatahon hanima ma : Jahowa do na paluahkon bangsaNi, sima-sima ni Israel (ay.7).
Mungkin sungkun-sung do uhurta ,naha ma sidea mandodingkon Pujian , manggogohi mamuji hubani Naibata, ibagas suasana pembuangan / paruntolan ai. Hunsudut akal ra agak hun maol do ai, songon na so tardalankon do ai, ibagas sitaronon totap mamuji Tuhan. Tapi onma ondos-ondos ni TUhan hubani sidea, sekaligus hubanta: Ase margogoh hita mandoding, mamuji Tuhan. Artini semangat, lang surut ringgas ta, halani aha?  Dasar aima janji ni Naibata. janji ni Naibata hubani bangsani , age hubanta on, aima : “sura-sura hadearon, sedo hamagoan (Jer 29:11). Halani ai “Puji ma Jahowa , baritahahon ma goranni Jahowa, Ia do paluahkon bangsani, aima sima-sima ni Israel (ay.7).
Hita hagnupan isedo naigoran sima –sima ni Israel on? Tontu anggo hun konteks pembuangan ai, sidea ma sima-sima na bertahan, totap mengarap hubani Tuhan.  Sima – sima ni Israel aima setiap halak na tahan das huujung, on ma halak na totap bersemangant , lang songon manangkih palia gunung mulak singgan guntulni. Tapi torus bersemagant age pe dong na hurang.
Hita haganupan nabi Jeremia semakin mangkonkrithon janjini Naibata ai: tonggorma , boanonku do sidea hun tanoh par utara anjaha patumpuonku do sidea .Humbani ujung ni tanoh on (ay.8). On ma peneguhan ai. Anjaha janji ai lang pitah tinggal janji, terbukti maluah do sidea, mulak do sidea hun habungan babel hu Jerualem. Sedo halani gogohni sidea, tapi halani horja pambahenan ni Naibata. Ase tongon ma songon na isobut ni parpasalmen ai: “halak namariluh-iluh laho manabur, marolob-olob do laho manabi “ (Psal 126:5). Age air mata do na ihadapi bangsa ai, tapi halani holongni Naibata gabe mata air kebahgiaan do juppah use.
Hita haganup isobut do homa naipatumppu ai lang pitah na sehat, dihut do na namapitung, na repat, na boru naboratan rumah ampa naboru na painumhon” (ay.8). Ijon ididah hita lang martonggor jumbak Naibata bani jolma, ganupan do sihol paluahonni. On gambaran hubani halak na pinaluah ni Naibata ai “Sidea-sidea on manortori, marmegah-megah ma garama ampa namatua , paubahon ku do pusok ni uhurni sidea , gabe malas ni uhur…”  Hita hagnaupan namapitung, na repat, naboratan rumah, sonai ma homa naboru na painumhon, symbol na marharu-haru, dong bei sitarononni, pergumulanni tapi agepe sonai ipatotop Naibata do sidea dihut, masuk hubagas hulanan ni Naibata. Iptumpu do sidea , ipasuang do sidea gabe rup menikmati malas ni uhur aia haluahon humbani nabata. On ma pertanda tongon sura-sura ni Naibata aima sura-sura hadearon, lang hasamboron hubani setiap halak na porsaya. Bahkan bani ayat 13, marmalas ni uhur do anak boru manortor- nortor, marmegah-gmah garama ampa na matua, paubahaonku do pusok ni uhurni sidea gantih ni horu ni uhurnisidea”. Berubah air mata gabe mata air kebahgiaan. On  homa pangarapanta bani glh to sonari on, marpagnarapan hubani Naibata, jupphan gogoh mardapot-dapot. Pitah Jeuss hasomanku pitah ahu kaho do nini dodign ta ai. Otngon do ai. Ase halani ai sai ipargogohio tonduy napansning in ma hita bani goluh ase totap ma pamujionta, pangarapanta pitah hubani naibata. Dingat hita pamujion, Paulsu pakon sislas agepe ibagas penjaran sidea tapi totap do mandoidng mamjui TUhan, janah tarjadi do halongnagnaan, maluah sidea humbani tutupan ai, ase sai haringgasaonta mamjui mandodinghon pama henan ni TUhan ibagas persektuuan age ibagas shorjata siganup ari. Sai ipargogohi ma hita mangamenhon hata ai: Sedo sisoaya –soya halojaon ibagas Tuhan in (1 Kor 15:58).
Ujungi hita ma ambilan on marhitei mandodingkon pujion on:
Tuhan Ham do pangajamanku haporusanku
Tuhan Ham do batar-batarhu Ham rajangkin
Tuhan Ham do sibalosanku bai goluhkon
Ham parholong ni atei ase lang au mandolei
Itogu Ham do au.
Age gilumbang habahaba seng au mabiar
Age mardalan bai na golap pos uhurhin
Ai seng tadingkononmu au bai pardalan kin
Ai roh do Ham Tuhanku lau mangurupi au paluahkon au
Sonang do au, sonang do uhurhin mandalani goluhku
Ai Tuhan kin mardalan rapkon au manogu tangankin
Ge sipata roh paruntolon on sompong mandorab au
Monang do au ai tuk do gogohkin ibere Tuhankin.

AIR MATA MENJADI MATA AIR Menguak arti kematian dan kebangkitan dari Perspektif iman Kristen Dan refleksinya bagi kehidupan masa kini Oleh Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung



1.      Pengantar
Menguak tentang kematian dan kebangkitan manusia dapat dihubungkan seperti air mata dengan mata air. Di mana saat berhadapan dengan kematian tak terbantahkan air mata kesedihan akan mengalir tanpa terasa sebagai dampak kesedihan itu sendiri. Kematian sering menyisakan duka yang dalam bagi setiap kelurga yang ditinggalkan. Dapat dibandingkan dengan tradisi orang Yahudi ketika sedang menghadapi kematian salah seorang anggota keluarga, mereka biasanya berkumpul mengelingi jenazah, meratap dengan kesedihan. Mereka memakai pakaian berkabung, melumuri tubuhnya dengan abu ataupun debu. Ada juga sampai mengkontrak orang lain yang terampil untuk menyampaikan ratapan duka lewat nyanyian-nyanyian duka.[1]  Setiap makhluk hidup mengalami kematian (Pkh 3:19-21). Demikianlah hidup manusia berakhir dengan kematian kecuali Henokh dan Elia (Kej 5:24, Ibr 11:5; 2 Rj 2:11).
Kematian adalah suatu kepastian, namun tak terpungkiri kematian sering menyisakan duka bagi keluarga yang ditinggalkan. Hanya dengan keyakinan kepadaNya yang sudah membangkitkan Kristus dari kematian akan meneguhkan dan menghapus air mata kesedihan itu menjadi mata air kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan janji Yesus bahwa : “…barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yoh 11:25). Inilah mata air kebahagiaan bagi setiap orang percaya.

2. Menguak arti kematian
Perkataan mati dalam Bahasa Indonesia sangat kaya dan variatif penggunaanya. Ada yang menyebut meninggal, mangkat, tewas, korban atau juga berpulang kerahmattullah. Sebenarnya semua kata-kata ini memberi makna sama saja yaitu menunjukkan bahwa seseorang sudah mati. Walaupun cara meninggalnya manusia bisa beragam, misalnya mati karena tabrakan mobil atau dibunuh orang maupun karena bencana alam, dll, tetapi artinya tetap sama menjelaskan seseorang itu sudah mati. Dalam bahasa Ibrani banyak istilah yang digunakan untuk menjelaskan kematian manusia. Ada yang menyebut “mut” (kata kerja), artinya mati atau tWm), “mawet” (kata benda) artinya kematian” ( Kej 2: 17; Mzm 6:6); db'_a'  “abad”, artinya binasa (bnd. Ayub 4:7, 9,20);” tam” artinya binasa (Ul 2:14, 15); “harag”  artinya membunuh (Kej 12:12; 2 Sam 3:30) dan shakab, tidur namun diartikan juga untuk mati (Ul 31:16). Semua ungkapan ini menunjukkan keadaan manusia itu sudah mati.
Dalam bahasa Yunani penggunaan kata “mati” juga bervariasi. Misalnya kata apokteino, artinya mati, dan kematian ini dihubungkan akibat pembunuhan. Seperti pembunuhan yang Herodes lakukan terhadap Yohanes pembabtis. Kemudian teleutao, menunjuk kepada seseorang yang sudah mati, misalnya, Lazarus saudara laki-laki Marta dan Maria yang sudah mati (Yoh 11: 39).  Demikian juga kata thanatos, artinya menunjuk keberadaan status seseorang sudah mati. Dalam Perjanjian Baru kata thanatos digunakan juga menjelaskan kematian Yesus. Misalnya pengakuan Paulus, Kristus mati untuk dosa-dosa kita (1 Kor 15:3; Rom 5:8). Kemudian kata nekros, artinya mati / jenazah. Kata nekros ini sering disebut dalam Kisah Rasul, Roma dan 1 Korintus 15. Dan yang terakhir yaitu kata hypnos artinya tidur, yang juga dimaknai sebagai metapor untuk orang mati. Dan kata ini sejajar dengan kata kaqeu,dw, katheudo, artinya “tidur” sebagai gambaran untuk orang mati (Mrk 5:39). Misalnya Lazarus yang sudah mati namun Yesus menyebutnya “tidur” (Yoh 11:3 ; Mat 1:24; Luk 9:3). Sehingga sekalipun disebut tidur dalam faktanya sudah mati.

Bagi orang Israel pada prinsipnya secara umum kematian dipahami dari dalam beberapa aspek, misalnya yang pertama:  kematian adalah sebagai hukuman atas ketidaksetiaan manusia. Dalam Perjanjian Lama disebutkan manusia mati akibat pelanggaran dan ketidaksetiaannya terhadap perintah Tuhan. Sehingga kematian dilihat sebagai akibat hukuman Allah bagi manusia (Kej 2-3). Sama halnya dalam Perjanjian Baru tegas menyebut bahwa kematian adalah akibat dosa.  “Sebab upah dosa ialah maut” (Rm 6:23a; 5:12 bnd. Eph 2:1). Dalam kitab Wahyu kematian dihubungkan dengan penghukuman Allah atas dosa manusia (Why 2:11; 20: 6; 21:8).[2]  Kedua, kematian adalah sesuatu hal yang wajar sebagai akhir hidup manusia.[3] Apalagi bila seseorang mati dalam usia tua dan sudah memiliki banyak anak, kematian semacam ini merupakan dambaan bagi setiap Yahudi (bnd. Kej 25:8; 46:30). Di samping kebahagiaan dimaknai juga penuh damai sejahtera. Allah menyebutkan kepada Abraham : “Engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu” (Kej 15:15; 25:8; band Kitab Kebijaksanaan 4:7). Ketiga, kematian dipahami sebagai “sahabat”. Sahabat artinya bahwa kematian itu dipahami sebagai istirahat. Orang mati itu berbaring dengan tenang. Keadaan ini jelas diungkapkan Ayub. Ayub menyebut kematian sebagai keadaan bersukaria dan bersorak-sorak dan dalam keadaan kesenangan (Ayub 3:13, 21-22). Yang ke-empat, kematian tidak terpisah dari kemahakuasaan Allah. Sebab Yahwe / TUHAN adalah sumber kehidupan dan kematian manusia. Sehingga tidak layak untuk mengklaim kematian itu kepada Allah. Sebab Allah adalah pemilik dan sumber kehidupan itu sendiri (2 Rj 20:1-11). Karena itu baik kehidupan maupun kematian adalah tergantung kepada kehendak TUHAN.[4] Pernyataan ini mengingatkan kita akan pengakuan Ayub yang luar biasa itu “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:21).  
Pemaknaan kematian bagi hidup orang Israel merupakan sesuatu yang sangat penting untuk kita pahami, sebab kematian berlawanan dengan kehidupan. Seseorang yang sudah mati berarti tidak memiliki kehidupan lagi. Demikain juga tidak punya hubungan dengan Tuhan dan manusia. Pemazmur tegas menyebut orang yang memuji Tuhan adalah pertanda masih ada tanda-tanda kehidupan. Sebaliknya orang yang tidak memuji Tuhan adalah tanda kematian. Pemazmur dan nabi Yesaya tegas menyebut bahwa orang yang sudah meninggal tidak dapat mengucap syukur dan tidak dapat lagi memuji Tuhan (Mzm 30:10; Yes 38: 18-19).

Dalam Perjanjian Baru sejajar dengan pemahaman PL bahwa kematian dipahami sebuah akhir hidup manusia.[5] Kematian merupakan sesuatu yang lazim dan umum (Ibr 9:27). Sebab manusia adalah fana sifatnya sedangkan yang kekal hanya ada dalam diri Allah (1 Tim 6:16). Sehingga kematian itu merupakan sesuatu yang wajar dan harus diterima manusia (2 Sam 14:14). Kematian dimaknai secara rohani dan secara jasmani. Artinya kematian secara rohani adalah sekalipun manusia itu masih hidup secara jasmani namun pada hakekatnya bila hidupnya tidak lagi bersyukur dan memuji Tuhan pada hakekatnya dia sudah mati secara rohani di hadapan Allah. Dalam surat 1 Yohanes jelas menyebut bahwa kematian secara rohani adalah ditujukan bagi mereka yang tidak mangasihi saudaranya. Artinya tanpa mengasihi, berarti hidup dalam thanatos (kematian) (1 Yoh 3: 14). Kematian secara jasmani menjelaskan realitas manusia yang mati dan mereka ini tidak lagi punya hubungan dengan Allah. Kematian secara rohani bila manusia tidak ada pertobatan dalam hidupnya akan berdampak kepada kematian yang kekal, yang di dalam Alkitab sering disebut dengan kematian yang kedua (Yud 12; Why 2:11).
Dari penjelasan di atas berarti kematian merupakan putusnya hubungan dengan manusia yang masih hidup. Artinya manusia yang telah mati tidak punya akses hubungan lagi dengan orang yang masih hidup. R. S. Anderson menyebut “saat terpisah dengan Allah keadaan ini sudah berada dalam kematian”[6]. Ini menunjukkan kematian itu di maknai dalam ketiadaan relasi dengan Allah.

3. Menguak arti kebangkitan
Topik kebangkitan dalam Perjanjian Lama sangat minim. Leon Moris memberi alasan mengapa hal kebangkitan itu sangat minim dalam PL, kemungkinan penyebabanya karena topik kebangkitan sudah banyak dibicarakan dalam dunia Mesir dan Babel.[7] Kemungkinan lain, dapat  disebabkan karena topik kebangkitan di dalam Keyahudian punya pandangan berbeda. Misalnya kelompok Saduki menolak adanya kebangkitan hidup manusia. Bagi orang Saduki kematian adalah pembinasan. Sebab itu pengharapan akan kebangkitan tidak ada.[8] Demikian juga dalam Kitab Sirakh tidak mengakui adanya kebangkitan. Kematian itu adalah sebagai tidur abadi (Sir 46:19), artinya tidak akan bangun atau bangkit lagi.  
Percakapan tentang kebangkitan dalam PL selalu terkait dengan restorasi dan kebangkitan Israel sebagai suatu bangsa. Dasar pemahaman kebangkitan ini berkatian dengan aspek pengharapan Israel akibat situasi penderitaan yang sedang dialami. Misalnya dalam kitab kitab Hosea menyebut ada kebangkitan manusia. Hosea menggunakan kata  WnmeÞqiy (yeqimenu) dari kata meÞqqum”, artinya bangkit atau bangun. Hosea menyebut dengan jelas: “Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya”. Demikian juga dalam kitab Yehezkiel memberikan suatu penglihatan besar sebagai peneguhan bahwa tulang berserakan akan dihidupkan kembali (Yeh 37). Sekalipun ada sanggahan bahwa Yehezkiel dalam ayat itu tidak secara langsung menghubungkan dengan kebangkitan, melainkan kiasan atau symbol untuk menjawab pertanyaaan orang –orang Yahudi, mengenai akhir hidup manusia khususnya ketika mereka sedang diperhadapkan dalam situasi pertempuran karena bangkitnya tentera Nebukednesar..[9] Ayat ini memperlihatkan kuasa Allah adalah kuasa untuk menciptakan manusia dan kuasa membangkitkan manusia nyata. Contoh lain adalah kitab Yesaya. Yesaya menyebut “ TUHAN, orang-orang-Mu yang mati akan hidup pula, mayat-mayat mereka akan bangkit pula. Hai orang-orang yang sudah dikubur di dalam tanah bangkitlah dan bersorak-sorai! Sebab embun TUHAN ialah embun terang, dan bumi akan melahirkan arwah kembali” (Yes 26:19). Ayat ini juga adalah penjelasan akan adanya kebangkitan manusia.Walaupun ada ahli yang menganggapnya sebagai ayat tambahan saja.[10] Peter C. Phan misalnya menyebut ketiga ayat di atas “dianggap bukan sebagai pernyataan tegas mengenai hidup di akhirat setelah kematian melainkan sebagai kiasan iman akan Allah sebagai sumber tertinggi kehidupan yang tidak pernah bosan-bosannya untuk datang menyelamatkan umatnya selama dalam kesusahan”.[11] Namun menurut hemat saya justru ayat di atas menjadi contoh dan bukti nyata bahwa di dalam Perjanjian Lama sudah menubuatkan tentang adanya kebangkitan manusia. Dengan nubuatan ini sekaligus memberi semangat dan pengharapan yang luar biasa bagi bangsa Israel yang sedang mengalami kesusahan, penderitaan bahkan termasuk kematian. Allah dalam kemahakuasaanNya akan menghapuskan air mata kesedihan menjadi mata air kebahagiaan, yaitu dengan adanya kebangkitan bagi manusia (bnd Yes 25:8). Inilah pengharapan atau apokalupsis yang besar bagi setiap orang yang percaya sekalipun ia menderita penganiayaan.[12] Dalam kitab Daniel hal ini semakin nyata dan lebih meluas lagi. Di mana kebangkitan itu dipahami bukan hanya untuk pribadi atau orang tertentu saja, melainkan kebangkitan bagi semua orang (universal) baik yang jahat maupun yang setia (Dan 12:1-2).
Dalam Perjanjian Baru kata “bangkit” atau “kebangkitan” secara umum diterjemahkan dari dua kata Yunani yang punya pengertian yang sama. Yang pertama anistemi, artinya “membangkitkan” atau membangunkan (bnd. Mat 22:24 bnd. Kej 38:8; Mrk 5:42).Yohanes menggunkan kata anistemi untuk menyebutkan bahwa Yesus adalah kebangkitan dan hidup (Yoh 11:25-26). Yesus adalah buah sulung  kebangkitan (Kis 26:23). Kedua adalah kata egeiro artinya membangunkan dari tidur. Dalam budaya orang Yunani makna kata ini hanya dalam arti kebangunan atau bangkit dari tidur saja. Hal ini disebabkan karena orang Yunani meyakini bahwa jiwa manusia adalah hidup. Namun lain halnya dengan pemahaman Alkitab. Perkataan egeiro dimaknai untuk menjelaskan baik untuk bangkit saat manusia bangun dari tidurnya maupun kebangkitan dari antara orang mati (Mrk 4:38). Bila dikaitkan dengan kebangkitan Yesus, kebangkitan itu adalah tanda-tanda zaman mesianis dan hadirnya kebangkitan untuk manusia (bnd. Mat 27:35). Ketiga, zw/n, , zoe  artinya hidup, kehidupan. Kata zoe ini digunakan untuk menjelaskan kehidupan dan kebangkitan Kristus (Why1:18 bnd 2 :8).
Bagi Paulus topik kebangkitan sangat mendasar sekali.  Dan dasar kebangkitan itu adalah kebangkitan Kristus. Sebab menurut Paulus tanpa ada kebangkitan Yesus kepercayaan kita kosong. “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. “Sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah  iman kepercayaanmu” (1 Kor 15:13). Amanat inilah yang diterima dan disampaikan Paulus kepada jemaat dan juga untuk kita semua:

Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya. Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal.
Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul. Dan yang paling akhir dari semuanya ia menampakkandiri juga kepadaku, sama sperti kepda anak lahir sebelum waktunya (1 Kor 15: 3-8).
                                                                     
Dengan adanya kebangkitan Kristus ini menjadi jaminan kebangkitan bagi setiap orang percaya. Bahkan kebangkitan Kristus menjadi penyebab maupun model kebangkitan kita.[13] Dalam 2 Korintus Paulus menandaskan kembali Kristus telah mati dan telah dibangkitkan untuk kepentingan kita. Dan Kristuslah yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (1 Kor 15:20). Bila Allah telah membangktkan Tuhan, demikian Ia dengan kuasaNya akan membangitkan manusia. Inilah jaminan suka cita dan inilah mata air kebahagiaan bagi setiap orang percaya.

4. Hakekat kematiaan dan kebangkitan manusia

Kematian merupakan sesuatu yang tak terelakkan setiap mahkluk. Baik itu tumbuhan, hewan dan manusia. Hakekat kematian berarti berakhirnya kehidupan (cessation) atau berhentinya mahkluk (cessatio entis viventis).[14] Itu berarti manusia dalam kematiannya, manusia secara totalitas mati. Namun pemahaman ini, bertentangan dengan pandangan lain yang memahami bahwa jiwa manusia adalah kekal (immortality). Saat manusia mati jiwanya pergi meninggalkan tubuh. Sebab tubuh adalah penjara bagi jiwa. Inilah pemahaman orang Yunani. Sehingga kematian adalah sesuatu yang diharap-harapkan, dan bukan sesuatu kesedihan. Misalnya Socrates mengakhiri hidupnya dengan minum racun. Sokrates mati dengan bahagia sebab dengan kematian jiwanya bebas dari penjara tubuhnya. Dengan pemahaman ini berarti antara tubuh dan jiwa adalah sesuatu yang bertentangan. Atau sedikitnya tubuh dipahami lebih rendah daripada jiwa.

Melihat perbedaan pemahaman ini, kita akan melihat pandangan Alkitab mengenai hakekat kematian manusia. Dalam Alkitab dijelaskan banyak penyebutan tentang aspek atau komponen di dalam diri manusia. Oesterly menyebutkan ada 6 aspek-aspek hidup manusia yaitu: daging (basar), jiwa (nephesh), nafas (neshamah), roh (ruakh), darah (dam) dan tulang (azomoth).[15] Berikut ini kita akan menjelaskan hanya tiga aspek  berikut ini. Aspek pertama yaitu aspek daging. Dalam Perjanjian Lama kata “daging” (basar) adalah unsur utama tubuh  manusia (Kej 40:19), juga digunakan untuk binatang (Im 6:27). Kata basar ini diartikan menunjuk  daging manusia yang dipahami dalam arti positif, misalnya menunjuk  kepada seluruh tubuh manusia (Ams 14:30). Laki-laki dan perempuan bisa menjadi satu daging (Kej  2:24). Kemudian kata basar ini menunjukkan keakraban dengan sesama manusia, misalnya ungkapan pemazmur “Aku adalah darah dagingmu” (Mzm 78:39).[16] Dalam bahasa Arab, kata basar diartikan menyangkut kulit, penampilan luar bahkan menunjuk totalitas manusia.[17]  Beberapa contoh dalam PL kata basar juga diterjemahkan menunjuk kepada tubuh manusia secara umum (1 Rj 21:27; 2 Rj 6:30; Bil 8:7; Ayub 4:15; Ams 4:22). Artinya tubuh di sini dimaknai sebagai sesuatu hal yang positif.
Dalam Perjanjian Baru kata tubuh diterjemahkan kepada sarx. Satu sisi kata ini dapat menunjuk sebagai bagian tubuh manusia, namun di sisi lain mengartikan eksistensi totalitas manusia (2 Kor 7:5; Rom 7:18). Penulis Injil Matius mengutip Kejadian 2:24 menerjemahkan kata basar diterjemahakan ke dalam bahasa Yunani menjadi sarx. Dan sarx ini menunjuk kepada seluruh hidup eksistensi manusia (bnd. Yoh 17:2). Dalam kitab Kolosse 2:1 TBI menerjemahkan sarx itu sebagai “Aku pribadi”. Artinya menunjuk manusia secara utuh. Di samping arti positif kata sarx juga punya arti negatif, misalnya bila manusia memusatkan kepada hawa nafsu dan keinginan dagingnya (Rom 8:5) dan keinginan daging itu berdampak maut (Rom 8:6). Manusia yang wawasannya dibatasi oleh daging, itu berarti menentang kehendak Allah dan ia hidup menurut daging atau sarx (Rom 8:13).[18] Komponen yang kedua yaitu nefesh (Ibrani) artinya jiwa. Dalam kitab kejadian Allah memberi hm'v'n> neshamah (nafas,  roh, jiwa) kepada manusia sejak penciptaan sehingga manusia menjadi mahluk hidup (Kej 2:7). Kata neshamah ini menunjuk bukan kepada sebagian aspek manusia melainkan menunjukkan hakekat kehidupan manusia. Dalam kehidupan Israel bahwa jiwa itu merupakan bagian organ tubuh manusia yang mengungkapkan realitas hidup manusia. Misalnya dalam Kejadian 14: 21, 46:18, Bilangan 5:7; Jeremia 43:6, dan Yeheskiel 33:6,  kata jiwa dipahami sebagai manusia (orang) secara utuh.[19]
Dalam PB kata jiwa diterjemahkan dari yuch,, psukhe, artinya jiwa, hidup, mahluk hidup. Paulus memahami arti psukhe (jiwa, hidup) menunjuk bukan hanya kepada sebagian aspek hidup manusia melainkan menunjuk manusia secara keseluruhan (Rom 2:9) atau tiap-tiap orang (Rom 13:1). Paulus tegas dalam 2 Korintus 12:15 menggunakan kata psukhe untuk menunjuk dirinya sebagai manusia yang utuh. “Karena itu aku suka mengorbankan milikku, bahkan mengorbankan “diriku” (yucw/n) untuk kamu.”
Dari contoh di atas baik dalam PL dan PB aspek nefesh atau psukhe menunjukkan tentang jiwa manusia namun jiwa itu dipahami bukan secara parsial, melainkan secara utuh. Aspek ketiga yaitu roh. Kata roh dalam bahasa Ibrani disebut ruakh, dan dalam bahasa Yunani pneuma. Roh itu adalah salah satu aspek manusia, namun roh itu tidak terpisah dengan hidup manusia. Sebab manusia tanpa roh bukan hanya mati melainkan tidak utuh. Sehingga roh sangat berperan dalam hidup manusia. Lewat roh yang ada di dalam diri manusia membuat manusia dapat berkomunikasi dengan Allah, dan dapat menyembah Allah dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24). Dan melalui roh kita memahami firman Allah.  Sehingga roh adalah bagian aspek hidup manusia yang tidak terpisahkan dengan aspek-aspek lainnya.
Dari berbagai aspek kehidupan manusia yang dijelaskan di atas nampaknya manusia itu terdiri dari tiga aspek atau tiga komponen atau trikotomi yaitu tubuh, jiwa dan roh atau lebih. Ada yang memahami hal itu benarnya adanya sebab ada di dalam Alkitab misalnya dari 1 Tesalonik 5:23 dan Ibrani 4:12. Paulus menyebut: “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita”. Selain itu ada juga pendukung kelompok dhikotomi yang membuat dasar argumennya  dari Kitab Pengkhotbah 12:7; 1 Kor 5:3-5. Dari kepelbagaiaan pandangan ini bagaiamanakah sikap kita, apakah manusia itu benar terbagi-bagi, ada tiga bagian, dua atau hanya satu bagian yang tak terpisahkan? Dalam memberi sikap atas pandangan-pandangan yang berbeda ini, tentu kita tidak menyalahkan Alkitab yang memberi sumber yang berbeda, namun dengan adanya penyebutan tubuh, jiwa dan roh atau hanya dengan tubuh dan roh saja, semuanya ini adalah me nunjuk aspek-aspek  kehidupan yang dimiliki manusia.[20] Aspek-aspek ini adalah diciptakan Tuhan untuk memiliki fungsi masing-masing. Dan ini adalah kekayaan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Sehingga sekalipun ada perkataan tubuh, jiwa dan roh, hal itu dipahami bukan secara terpisah satu sama lain, sebab tidak ada keterpisahan tubuh dan jiwa seperti pemahaman orang Yunani.[21] Bruce Milne menandaskan juga bahwa keadaan jiwa yang tak bertubuh bukanlah keadaaan yang ideal (2 Kor 5:1-10).[22] Sehingga sekalipun seperti nampaknya dalam Kitab Pengkhotbah 12:7 dalam kematian manusia roh kembali kepada Allah, jiwa terlepas dari tubuh, namun pada hakekatnya hal itu bukan menunjukkan keterpisahan roh dengan tubuh mansuia. Demikian juga dalam perjanjan Baru terlihat adanya kemungkinan manusia terlepas dari tubuhnya (Mat 10:28; Luk 19:19-31; 23:43). Misalnya ketika Paulus mengatakan: “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita”. Dalam ayat ini Paulus bukan mengatakan bahwa manusia itu adalah trikotomi tetapi menekankan karya pengudusan Allah itu adalah menyangkut seluruh hidup manusia. Oleh karena itu sekalipun manusia punya aspek-aspek hidup, semuanya aspek ini adalah satu kesatuan total yang tak terpisahkan.[23]  Hakekat kematian bukan saja mati secara daging atau tubuh saja melainkan kematian total. Sebab dalam diri manusia tidak ada kekekalan, kekekalan hanya ada di dalam Allah saja (1 Tim 6:16). Karena itu manusia adalah satu kesatuan yang utuh, sekalipun dalam diri manusia memiliki aspek tubuh jasmani (basar, sarks, soma) dan jiwa (psikhis) serta roh (ruakh, pneuma) namun semua aspek ini adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Sebab aspek yang ada dalam diri manusia adalah utuh tak terpisahan termasuk di dalam kematiannya.



5. Refleksi hakekat kematian dan kebangkitan bagi kehidupan masa kini
Dengan pemaparan di atas dapat kita refleksikan sekalipun kematian  tidak dapat  dihindarkan, namun dalam terang kebangkitan Kristus menjamin kebangkitan setiap orang percaya. Apostel Paulus tegas menyebut tanpa kebangkitan Kristus maka “sia-sialah pemberitaan kami” (1 Kor 15:14); “kami adalah berdusta terhadap Allah” (ay.15); “Sia-sialah kepercayaan kamu (ay.17 a). Demikian juga orang orang Kristen masih dalam belenggu dosa (ay.17b) dan akhirnya “kitalah orang yang paling malang di dunia (ay.19).[24] Sehingga dengan kepercayaan kita kepada Kristus yang bangkit, maka kematian itu bukan lagi air mata kesedihan melainkan berubah menjadi mata air kebahagiaan. Penekanannya adalah “kepercayaan akan adanya kebangktian bagi orang mati”. Tetapi sebaliknya seperti diungkapkan Anthony C. Thiselton “Ketidakpercayaan manusia akan adaya kehidupan setelah kematian membuat hidup tanpa makna (meaningless); kepercayaan akan adanya kehidupan setelah kematian mengundang sebuah makna kerja dan arti yang tetap, hal ini didasarkan pada janji Allah dan kepercayaan manusia; pengalaman setelah kebangkitan (postresurrection) akan membawa akses makna yang mendalam dan ada kepastiaan.”[25] Setiap orang yang percaya akan dibangkitkan dari tubuh alamiah kepada tubuh yang rohaniah (1 Kor 15:44). Apakah tubuh rohaniah itu? NT. Wright ahli Perjanjian baru itu memahami tubuh rohaniah ialah tubuh yang dianimasi, dihidupkan oleh Roh Allah yang benar. Hal ini dihubungkannya dengan perkataan Paulus dalam Rom 8:9-11 bahwa dengan Roh Kudus akan membangkitkan tubuh manusia. Fitmyer memberi kesimpulan bahwa tubuh rohaniah adalah menunjukkan eksistensi manusia dalam bentuk mode yang baru, yang berada di bawah kuasa Roh Kudus. Demikian juga Martin Luther memahami tubuh rohaniah adalah hasil karya Allah (pemberian Allah). Tubuh itu bukan menunjuk tubuh manusia yang dapat makan, tidur dan mengunyah, tetapi…tubuh yang hanya berasal dari dan oleh Roh Kudus. Artinya tubuh rohani itu adalah hasil karya Roh kudus, lahir dari roh Kudus sehingga dia benar-benar sempurna tubuh / tubuh rohani”.[26]
Dengan iman percaya akan adanya kebangkitan hidup bagi orang yang mati mendorong kita untuk tidak takut atau kuatir lagi tentang kematian itu sendiri. Sekalipun kematian tidak bisa kita pungkiri. Namun kematian itu tidak punya kuasa apa-apa lagi bagaikan seeokor ular yang “bisa atau sengatnya” telah dicabut, sekalipun dia masih disebut sebagai ular, tetapi tidak punya kuasa apa-apa lagi. Demikian jugalah sekalipun kematian tidak bisa dihempang, namun kematian tidak punya kuasa-apa-apa lagi, sebab sengat maut telah ditaklukkan oleh kebangkitan Kristus. Oleh karena itu komitmen kita adalah  “… jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.” (Rom 14: 8). Komitmen ini mendorong kita untuk mengaktualisasikan seruan Paulus berikut ini: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan” (Rom 12:11 bnd. 1 Kor 15:58).

 Daftar Kepustakaan:


Sumber Utama: Alkitab dalam Terjemahan Baru (Jakarta: LAI, 2010)
Anderson, Ray S,  Theology, Death and Dying (Worscoster: Billing and Sons Ltd, 1986). 
Baker, Anton,  Anthropologi Metafisik (Yogyakarta: Kanisius Metafisik, 2000).
Brown, C. “Resurrection”, Dictionary of New Testament Theology, vol 5 (Michigan: Zondervan, Grand Rapids, 1986).
Dean, O. C., The Human Condition Anthropology in the Teachings of Jesus, Paul, and John (Minneapolis: Fortress Press, 1996).
Gelsston, A. “saduki, Orang”, Ensiklopedi Alkitab masa Kini,  Jilid II, M-Z (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 1992).
Gulley, Norman R. “Death / New Testament”, The Anchor Bible Dictionary, vol 2, David Noel Freedman, Ed (Doubleday: 1992).
Heaton, E.W. Everyday Life in Old Testament Times (Scotland: Transworld Publishers Ltd, Carousel edition, 1974).
Jacob, EdmondTheology of the Old Testment, translated by Arthur W. Heathcote dan Philip J. Allock (New York: harper & Brothers Publishers, 1958).
Milne, Bruce, Mengenali Kebenaran panduan Iman Kristen terj. Oleh Connie Item Corputty (Jakarta: BPK GM. 1996).
Moris, Leon “daging”,  Ensiklopedi Alkitab masa Kini,  Jilid I, A-L (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 1992).
Oesterley, W.O.E., Immortality and the Unseen World (London: Macmilland Company, 1921).
O’Grady, John F. Christian Anthropolgy A Meaning for Human Life (New York: Paulus Press, 1976).
Richards, Kent Harold.  “Death / Old Testament,” The Anchor Bible Dictionary, vol 2, David Noel Freedman, Ed (Doubleday:1992).
Thilselton,  Anthony C., Life After Death A New Approach to the Last things (Cambridge: WBE, Grand Rapids, 2012).


[1] E.W. Heaton, Everyday Life in Old Testament Times (Scotland: Transworld Publishers Ltd, Carousel edition, 1974), 94-96.
[2] Norman R. Gulley, “Death / New Testament”, The Anchor Bible Dictionary, vol 2, David Noel Freedman, Ed (Doubleday: 1992), 110-111; Kent Harold Richards, “Death / Old Testament”, The Anchor Bible Dictionary, vol 2, David Noel Freedman, Ed (Doubleday: 1992), 108-110.
[3] Kent Harold Richards, “Death / Old Testament”, 109.
[4] Ibid., 109.
[5] Norman R. Gulley, 111.
[6].Ray S. Anderson, Theology, Death and Dying (Worscoster: Billing and Sons Ltd, 1986). 
[7] Leon Moris, “bangkit, Kebangkitan”, Ensiklopedi Alkitab masa Kini, Jilid I, A-L (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 1992, 146.
[8] Kelompok Saduki adalah kelompok keagamaan dalam Ke-Yahudian yang hanya memberlakukan hukum-hukum tertulis dari Pentateukh. Mereka juga menolak ajaran tentang kekekalan jiwa, kehidupan setelah kematian, kebangkitan , pahala dan imbalan , malaikat serta setan-setan. Mereka tidak percaya kepada nasib, alasannya karena manusia mempunyai pilihan bebas tentang yang baik dan jahat. Lih, A. Gelsston, “saduki, Orang”, Ensiklopedi Alkitab masa Kini, Jilid II, M-Z (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 1992, 335-336; bnd. C. Brown, “Resurrection”, Dictionary of New Testament Theology, vol 5 (Michigan: Zondervan, Grand Rapids, 1986), 262-263.

[9] C. Brown, ibid, 227-268,
[10] Ibid, 268-269.
[11]Peter C. Phan, 101 Tanya jawab tentang Kematian &Kehidupan Kekal, terj. Cet. 5 (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 80-81.
[12] Robert Martin Achard, “Resurrection”, The Anchor Bible Dictionary, vol 5, David Noel Freedman, Ed (Doubleday:1992), 682.
[13] Peter C. Phan, Op.cit, 152-154.
[14] Anton Baker, Anthropologi Metafisik (Yogyakarta: Kanisius Metafisik, 2000), 291-307.
[15]W.O.E. Oesterley, Immortality and the Unseen World (London: Macmilland Company, 1921), 12-25.
[16] Leon Moris, “daging”, Ensiklopedi Alkitab masa Kini, Jilid I, A-L (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 1992), 223.
[17] Edmond Jacob, Theology of the Old Testment, transaled by Arthur W. Heathcote dan Philip J. Allock (New York: harper & Brothers Publishers, 1958), 158; bnd. Oesterley. Op.cit., 12-13.
[18] Ibid. 
[19] Edmond Jacob, Op.cit, 158-161 bnd. John F. O’Grady, Christian Anthropolgy A Meaning for Human Life (New York: Paulus Press, 1976), 127-131.
[20] John F. Grady,  Op.cit,130-131.                                   
[21] Ibid.,
[22] Bruce Milne, Mengenali Kebenaran Panduan Iman Kristen terj. Oleh Connie Item Corputty (Jakarta: BPK GM. 1996), 138-139.
[23] O. C. Dean, Jr, The Human Condition Anthropology in the Teachings of Jesus, Paul, and John (Minneapolis: Fortress Press, 1996), 104-105.
[24] Anthony C. Thiselton, Life After Death A New Approach to the Last things (Cambridge: WBE, Grand Rapids, 2012), 117-118.
[25] Ibid, 14-15
[26] Ibid, 125-127.