PEMAKNAAN YESUS SANG EKSORSIST DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN BERGERJA SAAT INI
Oleh
Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung
Dosen STT
Abdi Sabda dan Direktur Pasca Sarjana[1]
1. Pendahuluan
Menguak percakapan Yesus
dan Eksorsisme “menjadi hal yang menarik” untuk diperbincangkan saat ini. Mengapa
saya katakan menjadi hal yang menarik, sebab dalam percakpan para teolog
perihal Eksorsisme sepertinya dianaktirikan, artinya topik ini tidak menarik
untuk diperbincangkan. Misalnya teolog-teolog seperti Schwitzer, Bultmann,
Morton Enlin, Pannenberg dan Hans Conzelmann. Mereka ini mengabaikan perbincangan
tentang eksorsisme. Gunter Bornkam sendiri hanya secuil mendiskusikan pelayanan
Yesus tentang tanda-tanda mujizat dan eksorsisme.
Bila kita ingin lebih jauh melihat alasan-alasan
para teolog itu, dalam kesempatan ini kita akan ambil sebagai sebuah contoh
saja, Rudolf Bultmann. Bultmann adalah sosok teolog yang rasional yang menggangap
bahwa yang namanya itu tanda-tanda mujizat dan eksorsisme yang dilakukan Yesus
pada zaman-Nya (baca:Yesus historis) adalah sesuatu yang tidak relevan dan aktual
untuk zaman sekarang ini. Barangkali dengan mendasarkan “demitologi”nya
Bultmann memahami bahwa mujizat yang dilakukan Yesus itu merupakan legenda semata
atau tanda mujizat dan eksorsisme yang dilakukan itu banyak dibumbui oleh
legenda atau mitos.[2]
Dengan latar belakang pandangan ini menyebabkan
pembahasan tentang eksorsisme diabaikan. Kendatipun demikian tidak dapat dipungkiri ada juga teolog yang
lain yang tertarik membahas eksorsisme, misalnya EP. Sander dalam bukunya Jesus and Judaism dan Leonard Goppelt,
dalam bukunya Theology of The New
Testament volume 2 mereka menguak sedikit tentang eksorsisme.
Geza Vermes dalam bukunya Jesus the Jew mengakui pentingnya cerita eksorsisme dalam pemahaman
Yesus yang historis. Bila kita membaca Alkitab Perjanjian Baru perbincangan
eksorsisme ditemukan hanya dalam kitab Injil dan Kisah Rasul (Kis 16:16 -18), sementara dalam surat-surat Paulus kita
tidak menemukan ada data-data tegas mengenai eksorsisme.[3] Sekalipun
percakapan mengenai eksorsisme ini ada yang pro kontra antara mendukung maupun tidak,
namun adalah sesuatu yang tak terbantahkan bahwa salah satu pelayanan Yesus ketika
Dia di bumi ini ialah mengadakannya eksorsisme, dan para murid juga diberi
kuasa untuk mengadakan eksorsisme (Mat 10:1; Mark 3:15; Luk 10: 8, 17-20; Kis
16:18).
Perlu kita pahami bahwa tindakan pelayanan eksorsisme
dilakukan selalu dalam konteks penginjilan.[4] Misalnya
ketika Yesus mengadakan eksorsis terhadap banyak orang yang dirasuk setan
selalu kaitannya dalam konteks penginjilan sehingga tidak mengherankan bila setelah
tindakan eksorsisme ini banyak orang yang takjub dan percaya kepada Yesus (Kis 16:16 -34).
2. Defenisi Eksorsisme
Sebelum lebih jauh membahas mengenai Yesus and
eksorsisme sangat arif bila kita menjelaskan apa arti atau makna eksorsisme.
Kata eksorsisme ini berasal dari kata Yunani evxorki,zw, eksorkizo artinya “mendesak”, “menyumpahi”, dan “membebaskan atau mengusir”.[5] Dan
kata eksorkizo sangat erat
pengertiannya dengan ‘orkizw, horkizo. Kata eksorkizo
ini dalam kitab Matius, diterjemahkan dengan “demi Allah…” (Mat 26:63), dan kitab
Kisah Rasul diterjemahkan dengan “aku meyumpahi kamu” (Kis 19:13 ). Sedangkan dalam terjemahan Alkitab lainya
misalnya King James Version (KJV) dan New Jerusalem Bible (NJB) tegas menerjemahkan
eksorkizo dengan exorcist. Dari arti etimologi ini dapat artikan bahwa eksorsisme
yaitu suatu tindakan mengusir atau mendesak kuasa iblis keluar dari tubuh
seseorang. Graham H. Twelftree mendefenisikan eksorsisme sebagai berikut:
“Exorcism
as a form of healing used when demons or evil spirits were thought to have entered
a person and to be responsible forsickness and was the attempt to control and
cast out or expel evil spiritual beings or demon from people”.[6]
Terjemahan bebasnya sebagai berikut: “Eksorsis merupakan suatu bentuk
penyembuhan yang digunakan ketika
setan atau roh jahat telah masuk
dalam pribadi seseorang dan bertanggung
jawab atas penyakit seseorang serta berupaya untuk mengontrol atau
mengusir makhluk spiritual atau
iblis yang mendiami manusia”.
Albertus Purnomo mengartikan eksorsisme itu bukan dalam arti “mengusir”
melainkan lebih kepada “meminta otoritas yang lebih berkuasa untuk mendesak roh
jahat untuk bertindak sesuatu yang berlawanan dengan keinginannya”.[7]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkn
eksorsisme adalah suatu tindakan pelayanan mengusir dan mendesak setan keluar dari
diri seseorang, dan kuasa untuk pengusiran itu bukan diri dan kekuatan manusia
melainkan kuasa dari Yesus Kristus. Hal ini sangat tegas disebutkan penulis
Injil Lukas bahwa kuasa atau kekuatan untuk menguasai atau mengusir setan dan penyebab
sakit penyakit adalah dari kuasa Yesus Kristus (Luk 9:1).
3. Eksorsisme dalam kehidupan
Yahudi
Pelaksanaan eksorsisme dalam dunia Yahudi, dapat
kita lihat dari data informasi kitab-kitab non Kanonik misalnya dari literatur-literatur
Yahudi khususnya dalam literature zaman intertestamental
period (antar perjanjian) yaitu sekitar tahun 200 BCE
hingga 100 CE serta dari beberapa teks-teks Qumran .
Misalnya dalam kitab Tobit menceritakan bahwa ada seorang yang bernama Sara,
anak Perempuan dari Reguel dari Ekbatana negeri Media. Sara telah melangsungkan
perkawinan sampai tujuh kali dengan laki-laki namun perkawinanya selalu menyisakan
misteri yang mengerikan. Sebab setiap malam pertamanya setelah perkawinannya selalu
si laki-laki (suaminya) mati karena dibunuh secara misterius oleh Asmadeus atau
disebut juga “setan si jahat” (Tobit 3:7-8). Alangkah ngerinya pengalaman
keluarga Sara bahkan tak terbayangkan betapa susahnya orang tua Sara untuk
selalu bergegas menguburkan menantu laki-laki itu sebelum mentari menyingsing.
Tujuannya supaya tidak diketahui oleh khalayak ramai. Namun dengan pertolongan
Rafael, yaitu seorang malaikat Tuhan, Sara dapat dibebaskan dari cengkeraman
kuasa Asmadeus si jahat itu. Hal ini terbukti ketika Tobia bin Tobit direncanakan
perkawinannya dengan Sara. Sama seperti sebelumnya kekuatiran selalu menerpa baik
Sara maupun orang tuanya di saat malam pertama, namun malam perkawinan Sara dengan Tobia mengukir
sejarah yang baru. Hal inilah yang diceritakan lebih lanjut bahwa sebelum Tobia
masuk ke kamar istrinya Sara di malam pertama, dia lebih dahulu membakar
sedikit jantung dan hati ikan yang sudah ditangkapnya sebelumnya, kemudian setelah
dibakar ditaruh di pedupaan untuk mengasapkannya. Artinya dengan ditaruhnya
jantung dan hati ikan itu di pedupaan akan mengeluarkan bau harum dan semerbak,
maka saat setan (Asmadeus) menghirupnya ia akan lari dan tidak akan muncul lagi
kepada Sara (Tob 6:1-17). Sehingga malam pertama perkawinan mereka berjalan dengan
mulus.
Melalui kitab Tobit ini terlihat tindakan
Eksorsisisme kepada Sara yang selalu menerima kenyataan pahit di malam pertamanya.
Namun di saat Tobia patuh dan menjalankan pesan yang disampaikan oleh Malaikat Tuhan,
Rafael kepadanya, maka sang Iblispun lari dan tidak berani datang kembali. Dari
bacaan literature ini terlihat adanya potret pelaksanaan eksorsisme di dalam
kehidupan Yahudi merupakan sesuatu yang
konkrit terjadi.[8]
Dalam Apocalypses Abraham (abad I-II CE),Abraham
mengingat kembali dalam penglihatannya Malaikat Iaoel menasehatkannya untuk
menghadapi Azazel malaikat yang jahat itu dengan ungkapan tegas sebagai
berikut:
Katakanlah kepadanya (malaikat Azazel) kiranya
engkau menjadi tungku rokok perapian di bumi. Pergilah Azazel ke bagian bumi
yang tak terlalui. Untuk warisanmu lebih dari
orang-orang yang ada bersamamu, dengan
bintang-bintang dan dengan laki-laki
yang dilahirkan oleh awan, yang porsimu memang adalah melampaui keberadaanmu. Permusahan adalah tindakan saleh bagimu. Oleh karena itu penghancuran akhirnya
berlalu daripadaku. Dan saya sampaikan
ini karena malaikat itu telah mengajarkanku demikian.[9]
Dari pernyataan di atas memperlihatkan adanya
tindakan eksorsisme atau pengusiran oleh Abraham kepada Azazel sebagai malaikat
yang jahat (baca Iblis). Ini menjadi contoh bahwa pengusiran si jahat dalam
abad –abad pertama Masehi.
Dalam
Kitab gulungan Laut Mati juga ada memperlihatkan tindakan eksorsisme. Misalnya
dalam kitab Apokrif Kejadian menyebutkan bahwa Allah mengutus roh (spirit) yang
menghukum untuk menimpakan penderitaan kepada Raja Firaun dan anggota
keluarganya karena Firaun telah mengambil Sarah dari Abraham. Dengan adanya penderitaan
/ penyakit yang menimpa Firaun ketika itu, maka iapun meminta Abraham untuk
memindahkan (baca: mengadakan eksorsisme) penyakit itu dari padanya. Lebih
tegasnya Firaun berkata kepada Abraham: “Sekarang berdoalah untukku dan untuk
keluargaku supaya roh jahat yang menimpaku itu keluar daripada kami. Oleh
karena itu aku berdoa untuknya….dan aku tumpangkan tanganku ke atas kepalanya
dan mengusir (eksorsist) penyakit itu keluar darinya”. Dan ketika itu Firaun
dan keluarga sehat seketika. Demikian juga dalam kitab Qumran ,
Daud dan Salomo dalam praktek eksorsisme / mengusir roh-roh jahat bukan dengan
kemampuan mereka namun selalu mengandalkan kekuatan Tuhan / Yahwe. Misalnya
dalam kitab Qumran , Daud saat mengadakan eksorsis,
ia juga wajib menciptakan empat buah lagu dan menyanyikannya. Sekalipun kita
tidak diberitahu bentuk lagunya namun lagu itu dinyanyikan saat pelaksanaan
pengusiran roh jahat terhadap mereka yang dirasuk kuasa iblis (11Q5 27:9-10).
Juga pengusiran-pengusiran setan dilakukan melaui Doa.[10] Bahkan
ada yang meminta Allah untuk mengutus malaikat yang lebih berkuasa (powerful) untuk mengusir si jahat ke
jurang besar ( 11Q11 4.7-9). Dan bagi setiap orang yang menyaksikan pengusiran
itu mereka memberi responnya dengan berkata “amen-amen” (bnd. 4 Q511 4; 11Q11
5.14).[11]
Yohanan bin Zakkai menyebutkan
orang-orang dirasuk roh jahat membawa akar-akaran dan membakarnya serta
memercikkan air kepadanya, tujuannya supaya roh jahat yang ada dalam diri orang
itu keluar. Josephus mengakui bahwa peranan asap pembakaran itu sangat penting
dalam pengusiran roh jahat (Ant.8.47). Justinus juga menyebut saat orang Yahudi
mangadakan pengusiran roh-roh jahat mengucapkan perkataan : “Di dalam nama Allah
Abraham, dan Allah Ishak dan Allah Yakub
(Dial. 85.3).[12]
Dalam tradisi Yahudi roh-roh
jahat sering diusir sambil menyuruh mereka masuk dalam sebuah tempat, benda
atau kepada binatang. Misalnya rumusan eksorsisme dalam Talmud Yahudi yang dipakai
untuk menyembuhkan kebutaan karena roh jahat terdapat permintaan agar roh kebutaan
segera meninggakan si korban dan masuk ke dalam biji mata, mata seekor anjing.[13]
Tindakan ini hampir sama dengan cara Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa
(bnd.Luk 8:33 ).
Dalam Talmud orang Yahudi yang
dikutip oleh Twelftree dari Vermes Judaism 8, menjelaskan bahwa rabbi Yahudi
juga dapat melakukan eksorsisme secara jarak jauh kepada anak dari Rabbi
Gamaliel yang ketika itu dirasuk setan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dalam uraian berikut ini:
Hal itu terjadi saat anak Rabbi Gamaliel
mengalami sakit. Kemudian Gamaliel mengutus dua (2) orang muridnya kepada Rabbi
Hanina ben Dosa agar kiranya dia berkenan mendoakan kesembuhan anaknya. Ketika
Rabbi Hanina melihat kedua orang yang disuruh Gamaliel dia beranjak naik ke
atas loteng rumahnya untuk berdoa. Setelah selesai berdoa dia turun seraya
mengatakan kepada kedua murid Gamaliel. “Pergilah kamu, sebab penyakit demam anak
itu telah meninggalkan dia”. Kemudian kedua murid ini berkata keadanya, “Apakah
engkau seorang nabi”? Dia menjawab, “Aku bukanlah nabi, bukan pula anaknya nabi,
tapi beginilah saya diberkati: Bila saat aku berdoa lancer, maka orang yang
sakit itupun pulih kembali. Sebaliknya bila tidak lancer maka saya tahu bahwa
penyakinya fatal”. Dan kedua murid itupun duduk dan mencatat waktu ketika itu. Kemudian
setelah mereka kembali kepada rabbi Gamaliel, rabbi ini berkata kepada mereka,
“Melalui sorgawi, pada waktu kamu mencatat waktu, ketika itulah juga anakku
sembuh dan dia meminta air minum (bar 34b). [14]
Dari informasi Talmud di atas jelas bagi kita
bahwa dalam budaya Yahudi pelaksanaan eksorsisme juga berlaku dengan cara jarak
jauh. Ini ada miripnya dengan kesembuhan
anak perempuan dari Sirofenisia yang dirasuk setan namun disembuhkan Yesus
secara jarak jauh (Mark 7:24 -30).
Dari contoh-contoh pelaksanaan
eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi di atas nyata bahwa yang mengambil peranan
utama dalam pelaksanaan eksorsisme bukan si eksorsist itu sendiri melainkan kepada
otoritas nama yang mereka sebutkan ataupun ke alamat doa yang mereka sampaikan
yaitu kepada Allah sendiri. Sekalipun kadang ada sarana yang digunakan seperti
hati dan jantung ikan ataupun, air atau akar-akaran itu hanyalah sarana sekunder.
Dengan demikian pelaksanan eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi selalu
dikaitkan dengan kuasa kekuatan Allah dan bukan kekuatan manusia.
4. Yesus
sang eksorsist dan impliksinya dalam kehidupan bergereja
Dari data-data
Alkitab khususnya dari kitab Injil dan Kisah Rasul misalnya Injil Markus 1:23-28;
5: 1-20; Matius 8: 16; 30-32; Lukas 4:33-37 dan Yohanes 8:48-52 memaparkan bahwa
salah satu fungsi kehadiran Yesus ke dunia yaitu untuk membebaskan manusia dari
cengkraman kuasa iblis dan kuasa kegelapan. Yesus adalah sang eksorsist. Bahkan
para murid Tuhan Yesus diberi kuasa menjadi actor eksorsist ( bnd. Mrk 3:13-15
// Mat 10:1-4; Mark 6:6b-13// Mat 10:7-11/Luk 9:1-6). Hanya menjadi pertanyaan
sekarang adalah bila kita kaitkan dengan pembahasan-pembahasan sebelumnya bahwa
tindakan eksorisme sudah ada, sudah dipraktekan dalam kehidupan orang Yahudi, atau
di zaman klasik Asia Timur Dekat lainnya; maka apakah Yesus sang eksorsist dan para
murid itu masih mempunyai makna nilai yang baru untuk disampaikan kepada kita? Sebab
bila diperbandingkan dengan pelaksanaan eksorsisme sebelum atau di zamannya
Yesus, memang satu sisi punya kaitan langsung, misalnya bahwa roh jahat itu dapat
diusir dari diri manusia dan dialihkan kepada ke jurang ataupun ke binatang
tertentu, misalnya kepada seekor anjing (dalam Talmud orang Yahudi) atau juga
kepada “babi” (Luk 8:32-33). Dalam pengusiran kuasa setan orang Yahudi menggunakan parkataan: “Di dalam nama Allah
Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Penyebutan ini bisa dihubungkan dengan pengusiran
yang dipraktekkan dalam Alkitab dengan menggunakan rumusan: “demi namamu”. “Kata Yohanes kepada
Yesus: "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang
itu, karena ia bukan pengikut kita." (Mark 9:
38; Luk 10: 17). Juga eksorsisme dapat dilakukan secara jarak jauh baik dalam kehidupan
orang Yahudi dan di Alkitab. Namun di sisi lain kita menemukan perbedan yang sangat
besar. Ketika Yesus melakukan eksorsisme, orang yang dirasuk setan berhadapan secara
langsung dengan kekuatan (power encounter)[15]. Misalnya
ketika Yesus berada di rumah ibadat di Kapernaum, ada seorang yang kerasukan roh jahat, dan berteriak kepada
Yesus: “Apa urusan-Mu dengan kami Hai Yesus orang Nazareth , Engkau datang hendak membinasakan
kami? Aku tahu siapa Engkau yang kudus dari Allah” (Mark 1:23 -24). Demikian juga ketika orang Gerasa yang
dirasuk setan itu melihat Yesus dari jauh, berlarilah ia untuk mendapatkanNya
lalu menyembahNya dan dengan keras ia berteriak: Apa urusanmu dengan aku , hai
Yesus, Anak Allah yang maha tinggi? Demi Allah jangan siksa aku (Mrk 5:6-7). Dalam
Markus 9:20 ketika roh itu
melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangkannya dan anak itu
terpelanting ke tanah dan terguling-guling…” Contoh-contoh ini memberi penegasan
bagi kita bahwa orang yang dirasuk setan sedang berhadapan dengan kekuatan yang
luar biasa yaitu dengan Yesus. Sementara eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi
kita tidak menemukan power encountering antara yang dirasuk setan dengan pelaku
eksorsist itu sendiri.
Demikian juga saat pelaksanaan
eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi masih bergantung dengan pelaksanaan
ritual, misalnya dengan menggunakan sarana membakar hati dan jantung ikan (ingat
kisah Tobia yang sudah saya jelaskan sebelumnya) sementara Yesus secara
langsung menghardik iblis. Misalnya dengan mangatakan: “Diam, keluarlah dari padanya”
(Mark 1:25 ). “Hai engkau
roh jahat, keluarlah dari orang ini” (Mark 5:8; 9:25 ), bahkan Yesus juga menanyakan namanya: “Siapakah namamu,
jawabnya: namaku : Legion, karena kami banyak” (Mrk 5:9).[16] Yesus
dalam pelaksanaan Eksorsisme tidak lagi melibatkan kuasa yang lebih superior
seperti yang dilakukan orang Yahudi dan bangsa-bangsa lain, melainkan Dia sendiri
secara langsung menghardik ataupun mengusir setan dari tubuh yang dirasuk setan
tersebut. Twelftree lebih jelas mengungkapkan seperti berikut. Kalau selama ini
formula yang dilakukan para eksorsist adalah menggunakan kata ‘orkizw , horkizo (mendesak, menyumpahi, mendesak), namun sekarang
Yesus mengubahnya bukan lagi memakai kata horkizo
melainkan kata egw
, ego artinya “aku”, “saya” (menunjukkan penegasan, pengerasan bahwa yang
mendesak supaya iblis itu keluar dari tubuh manusia adalah Yesus sendiri bukan
kuasa lain)[17]. Dalam
Markus 9:25: evgw.
evpita,ssw soi…(ego
epitassw soi, “aku (“hanya aku”) memerintahkan engkau keluarlah dari
pada anak ini dan jangan memasukinya lagi”. Kata “ego epitasso” sangat
jarang digunakan untuk mengusir setan tetapi justru dalam ayat inilah Yesus
menggunakannya.[18] Semua ini mau menunjukkan kuasa perbedaan yang nyata antara Yesus sebagai sang eksorsist
dengan eksorsist-esksorsist lainnya.
Selain perbedaan di atas, ada lagi perbedaan yang paling mendalam
yaitu pelaksanaan eksorsisme yang dilakukan Yesus bukan
bermaksud hanya untuk mengusir, mendesak setan keluar dari diri manusia, melainkan
dengan eksorsisme itu sendiri Yesus sedang memproklamasikan kerajaan Allah atau
kerajaan sorga sudah hadir di tengah-tengah mereka. Pemaknaan seperti ini tidak
ditemukan dalam pelaksanaan eksorsisme lainnya. Kitab Matius jelas menyebutnya:
“Tetapi
jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan
Allah sudah datang kepadamu” (Mat 12:28 ;
Luk 11:20 ). Dari pemaknaan
inilah nyata eksorsisme yang dilakukan Yesus memiliki makna yang jauh lebih
dalam dari eksorsisme lainnya. R.H. Hiers dalam bukunya The Kingdom of God in the Synoptic Tradition seperti yang dikutip Twelftree menyebutkan “Jesus says that the exorcisms themselves are the coming of the kingdom”.
Yesus mengatakan bahwa pelaksanaan eksorsisme-eksorsisme adalah pertanda hadirnya
kerajaan Allah. Itu berarti eksorsisme menjadi pembuktiaan bahwa kerajaan Allah
telah hadir, sedang hadir di bumiini. Oleh karena itu kalau Otto Betz pernah menyebut, “pelaksanaan eksorsisme merupakan persiapan kehadiran kerajaan Allah,
ternyata pandangan ini gugur. Sebab eksorsisme bukan illustrasi, pengembangan atau
peneguhan pemberitaan Yesus. Tetapi pengusiran setan-setan, menunjukkan bahwa
misi Yesus terjadi, teraktualisasi dan digenapi. Sehingga eksorsisme yang
dilakukan Yesus bukan hanya menyembuhkan dan mengusir kuasa setan dari diri
manusia, tetapi juga menunjukkan bahwa kerajaan
Allah sedang beroperasi.[19] Twelftree menyebut dengan kata lain eksorsisme berarti
mendemonstrasikan bagi kita bahwa eskatologis sudah hadir di dalam diri Yesus. Demikian
juga dengan pengusiran setan / iblis dalam diri manusia memiliki makna bahwa zaman mesias sudah hadir.[20] Oleh
karena itu dengan eksorsisme yang diperlihatkan Yesus membuktikan bahwa Dialah Mesias
sesungguhnya yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama.
Dengan pemaknaan di atas ada beberapa impliklasi yang
dapat kita berlakukan di dalam kehidupan bergereja:
Pertama, Yesus sang eksorsist telah mengusir kuasa setan dan kuasa kegelapan dari
hidup manusia. Ya, benar Yesus telah mengalahkan kuasa maut, iblis dan
kematian, namun perlu kita garis bawahi bahwa Yesus “belum” menghancurkannya atau
membinasakannya. Itu berarti setan masih eksis hidup dan berkuasa dulu dan hingga
saat ini. Untuk memahami setan masih eksis hidup dan berkuasa dapat dihubungkan
dalam perumpamaan lalang di antara gandum (Mat 13:24 -30). Gandum dan lalang dapat tumbuh bersamaan namun
dalam di masa panen (akhir), gandum akan dikumpulkan ke dalam lumbung sedangkan
lalang akan diikat untuk dibakar. Petrus tegas menyebutnya bahwa iblis masih
eksis dan punya kuasa: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama
seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1 Ptr
5:8). Iblis dan kuasaNya adalah sesuatu yang nyata di zaman Yesus dan di zaman
kita saat ini. Iblis berjalan berkeliling mencari orang yang dapat ditelannya. Tetapi
di saat yang sama Kristus yang sudah bangkit itu telah mengalahkannya iblis.
Sehingga sekalipun ada kuasa iblis, kekuatannya hanya terbatas dan dengan keyakinan
di dalam nama Yesus kita dapat menaklukkannya dan kita di pihak yang menang
(bnd. Yoh 16:33).
Kedua, eksorsisme bukanlah monopoli seseorang atau monopoli gereja tertentu.
Misalnya seperti yang pernah dilakukan di gereja Katolik bahwa eksorsisme hanya
boleh dilakukan oleh orang yang disetujui Uskup dengan otoritas dan
aturan-aturan yang ketat.[21] Tetapi
pelayaann ini adalah “given” diberikan Tuhan kepada setiap orang yang
dipercayakanNya. Menurut Justinus, Tertulianus dan Orgines sebagaimana dikutip
Gabriele Amort menyebut bahwa “setiap orang kristen adalah exorsist”, artinya
setiap Kristen (orang percaya) memiliki kuasa untuk mengusir setan dan kuasa itu
diterima melalui iman di dalam Yesus Kristus.[22]
Namun dalam prakteknya pengikut Kristus bisa
juga tidak berhasil mengadakan eksorsisme (bnd. Lukas 9:38-40). Dalam keadaan
ini bukan berarti melemahkan kepercayaan kita, sebab Tuhan dalam anugerahNya
bebas memberikan bagi setiap orang percaya berbagai karunia-karunia pelayanan ada
karunia untuk eksorsisme, ada karunia berkata-kata dengan hikmat, atau karunia
menyembuhkan atau karunia khusus lainnya (baca 1 Kor 12: 1-11). Semunya karunia-karunia
ini adalah berguna dalam rangka misi pelayann di dunia ini.
Ketiga, makna pelayanan eksorsisme bukan
hanya oreintasi untuk mengusir dan menyembuhkan manusia dari keterikatan kuasa
setan, juga untuk memperlihatkan tanda-tanda kerajaan Allah masih hadir di
dunia ini. Kerajaan Allah sifatnya selalu membebaskan manusia dari berbagai
belenggu. Untuk itu gereja sepanjang masa terpanggil ikut terlibat membebaskan
manusia bukan saja bebas dari kuasa-kuasa kegelapan, tetapi membebaskan manusia
dari berbagai bentuk keterbelakangan, penderitaan, penindasan, dan perbudakan
modern yang saat ini sangat marak dalam berbagai bentuk. Itulah bagian dari
tanda-tanda kerajaan Allah masih hadir di dunia ini. Dengan hadirnya
tanda-tanda kerajaan Allah di bumi ini semakin banyak orang percaya dan takjub
serta memulikan Tuhan dalam hidupnya.
Ke-empat, setiap orang yang mendapat kepercayaan pelayanan eksorsisme perlu
diingatkan untuk berpikir analitis dan kritis sehingga tidak menggeneralisasi bahwa
semua penyakit, penderitaan yang dialami seseorang adalah pengaruh kuasa setan.
Sekalipun kita mengakui bahwa kuasa setan dapat menimbulkan sakit penyakit dan
penderitaan namun tidak selamanya penyakit atau penderitaan itu akibat kuasa setan.
Dalam Perjanjian Baru jelas pemisahannya, ada orang mengalami sakit penyakit
dan juga orang yang dirasuk setan bahkan ada juga kerasukan setan, juga buta
dan tuli (Mat 12:22 ). Dalam
Matius 4: 24 memperjelas
bagi kita. Di seluruh Siria tersiar berita tentang Yesus, banyak orang yang
menderita dibawa kepadaNya. Mereka itu memiliki pelbagai penyakit dan sengsara,
ada yang kerasukan, dan ada pula yang sakit ayan dan lumpuh kemudian Yesus
meyembuhkannya (bnd. Mark 1:23; Luk
7:21; 9:1 dan Kisah 5:16). Banyak pelbagai penyakit yang disembuhkan Yesus
namun tidak semuanya penyakit itu adalah yang diakibatkan oleh iblis atau kuasa
setan. Untuk itu perlu sikap analitis dan kritis untuk membedakan mana yang
sakit karena penyakit biasa, mana penderitaan karena kurang giji, atau
berkaitan dengan psikologis dan mana pula yang memang benar yang dirasuk setan.
Tanpa pemahaman seperti ini penderitaan atau sakit penyakit dialami bukan
sembuh bahkan dapat menimbulkan situasi yang lebih parah yaitu menimbulkan
unsur saling menghakimi sesama, misalnya dihakimi tidak punya iman atau terikat
dengan kuasa roh nenek moyang dll.
Kelima, untuk lebih memastikan seseorang itu dirasuk setan
atau tidak perlu konsultasi lebih dahulu kepada tenaga ahli misalnya dokter, pskiater
atau tes-tes yang berkatian dengan psikologis. Salah satu contoh tes yang dapat
digunakan apakah seseorang dirasuk setan atau tidak dapat mempertimbangkan dengan
apa yang sudah dibuat gereja Katolik sebagai berikut: seseorang masuk kategori
kerasukan setan indikasinya sebagai berikut: kekuatannya melampaui kekuatan
manusia biasa, disertai sikap tiba-tiba mau menyerang dan kejang-kejang, sering
dalam kebingungan, identitasnya sering berganti-ganti (change in personality); memiliki pengetahuan masa depan, atau mengetahui
informasi yang sifatnya rahasia, mampu memahami dan berkomunikasi dalam bahasa
yang tidak diketahuinya. Demikian juga berpikiran cabul atau jorok; badan bau busuk atau bau belerang; perut buncit,
kehilangan berat badan seperti orang yang mau mati, suara kadang berubah-ubah,
kadang suara dalam, kadang suara serak-serak, kadang suara megancam, dan suara
berteriak dengan parau. Sekalipun demikian ada tanda—tanda yang kita sebutkan
ini seorang eksorsist harus waspada sebab tidak semua contoh-contoh yang disebutkan
itu mutlak menjadi ciri orang yang kerasukan setan. Misalnya orang yang
kejang-kejang itu bisa gejala epilepsy. Identitas yang berubah-ubah bisa pertanda
histeris atau skizoprenia atau juga malfungsi psikologis. Tindakan atau pikiran
cabul dan pikiran kotor bisa pertanda gangguan mental. Perut buncit bisa pertanda
kurang gizi, atau gangguan kesehatan lainnya. Karena itu dalam pelayanan
eksorsisme perlu dibentuk team yang solid ada unsure hamba Tuhan, dokter ataupun psikater.
Kepustakaan:
Bacaan Utama: Alkitab, Jakarta, LAI, 2010.
Amorth, Gabrielle, An Exorcist Tell His Story, terj. dari
bahasa Italia oleh Nicoletta V. MacKenzie (San Fransisco, Ignatius Press, 1999).
Gatumu, Kabiroo Wa,
“Deliverance and Exorcism in Theological Perspective 2: Possession and Exorcism
as New Testament Evidence for a Theology of New Testament Evidence for a
Theology”, Exorcism & Deliverance
Multi-Disciplinary Studies, eds, William K. Kay dan Robin Parry
(Paternoster, 2011).
Purnomo, Albertus Iblis dalam Alkitab (Jogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1912).
Sorensen, Eric, Possession and Exorcism in the New Testament and Early Christianity
(Tubingen: J.C. B Mohr (Paul Siebeck, 2002).
Thomas, John Christopher., The Devil, Disease and Deliverance Origins
of Illness in New Testament Thought (Sheffield Academic Press, 1998).
Twelftree, Graham H, Jesus the Exorcist A Contribution to Study
of the Historical Jesus (Tubingen: J.CN. Mohr (Paul Siebeck, 1993).
------------.,“Deliverance
and Exorcism in the New Testament”,
Exorcism & Deliverance Multi-Diciplinary Studies, eds, William K. Kay
dan Robin Parry (Paternoster, 2001).
-----------., In the
Name of Jesus Exorcism among Early Christian (Mic. Baker Adademic Grand
Rapids, 2007).
Adelade,
12 Juli 2012.
[1] Karya ilmiah ini ditulis saat penulis mengadakan Sabbatical Leave di Australia, Juli-Agustus
2012 di Australian
Lutheran College
(ALC ) Adelaide , Australia .
[2] Untuk melihat lebih lanjut percakapan pro dan kontra para ahli
apakah mereka tertarik atau tidak mengenai eksorsisme yang dilakukan Yesus,
silakan membaca bukunya, Graham H. Twelftree, Jesus the Exorcist A Contribution to Study of the Historical Jesus (Tubingen : J.CN. Mohr
(Paul Siebeck, 1993), 1-21.
[3] Sekalipun kita dapat membaca bahwa Paulus pernah melakukan
eksorsisme terhadap seorang hamba perempuan yang memiliki roh tenung (Kis 16:18 ), namun laporan ini bukan
bersumber dari surat-surat asli Paulus (proto
Pauline) melainkan dari penulis Lukas. Graham H. Twelftree, pernah
mengemukan barangkali atau kemungkinan Paulus juga menggubrisnya yaitu di saat
Paulus menuliskan ke jemaat Korintus: “sebab kerajaan Allah bukan terdiri dari
perkataan tetapi dari kuasa”
(1 Kor
4:20). Perkataan “kuasa” dalam ayat ini menunjukkan kemampuan mengadakan
tanda-tanda mujizat dan eksorsisme, namun Twelftree mengakui itu hanyalah
sebuah “kemungkinan saja”, lih. Graham H. Twelftree, In the Name of Jesus Exorcism
among Early Christian (Mic. Baker Adademic Grand Rapids, 2007), 57-77; bnd.
Graham H. Twelftree, “Deliverance and Exorcism in the New Testament”, Exorcism & Deliverance
Multi-Diciplinary Studies, ed. William K. Kay dan Robin Parry (Paternoster,
2001), 55-59.
[4] Bnd. John Christopher Thomas, The
Devil, Disease and Deliverance Origins of Illness in New Testament Thought
(Sheffield Academic Press, 1998), 307-309.
[5]Kata ‘orkizw, horkizw, mempunya arti yang sama dengan exorkizw , eksorkizo artinya “mendesak”, “menyumpahi”, dan mendesak seseorang dengan sangat,
termasuk di membebaskan dan mengusir (bnd. Mat 26:63; Kis 19:13; dan 1 Tes
5:27)
[6] Graham H. Twelftree, Jesus
the Exorcist A Contribution to Study of the Historical Jesus (Tubingen : J.CN. Mohr
(Paul Siebeck, 1993), 11.
[7] Albertus Purnomo, Iblis dalam
Alkitab (Jogyakarta: Penerbit Kanisius, 1912), 61.
[8]Bnd. Eric Sorensen, Possession
and Exorcism in the New Testament and Early Christianity (Tubingen : J.C. B Mohr (Paul Siebeck, 2002),
47-55.
[9]Ibid, 63-64.
[10]Ibid 65-74.
[11] Twelftree, In the Name of Jesus, 36-37.
[12] Ibid, 39-40.
[13] Purnomo, Op.cit 61.
[14] Twelftree, Jesus the Exorcism
145-146.
[15] Twelftree, In the Name of Jesus.,46.
[16] Dalam pemahaman orang Romawi legion memberi arti secara literal
menunjukkan pasukan tentera yang sangat banyak jumlahnya yaitu terdiri dari
4200 hingga 6000 laki-laki dengan barisan kavilerinya, lih. Sorensen, Op.cit., 128-129.
[17] Dapat kita bandingkan dengan penggunaaan kata egw eimi, ego eimi ”aku, aku adalah ....” (Yoh 14:6; 15:1 dll). Ungkapan ini
adalah ciri khas Injil Yohanes. Kata ego
eimi yang artinya adalah sama yaitu “aku adalah aku”. Dengan menggunakan
kata itu secara bersamaan mengandung arti mengeraskan, menegaskan sehingga ego eimi “aku adalah aku” berarti tidak
ada yang lain, tidak ada lagi jalan, kebenaran dan kehidupan selain Yesus.
[18] Twelftree, Jesus the Exorcist,
163-165.
[19] Ibid, 168-171.
[20] Ibid, 217-219.
[21]Kabiroo Wa Gatumum, “Deliverance and Exorcism in Theological
Perspective 2: Possession and Exorcism as New Testament Evidence for a Theology
of New Testament Evidence for a Theology”, Exorcism
& Deliverance Multi-Disciplinary Studies, eds, William K. Kay dan Robin
Parry (Paternoster, 2011), 238, bnd. Gabrielle Amorth, An Exorcist Tell His Story, terjemahan dari bahasa Italia oleh
Nicoletta V. MacKenzie (San Fransisco, Ignatius Press, 1999), 183.
[22] Gabrielle Amorth, 183.