Rabu, 07 November 2012

PEMAKNAAN YESUS SANG EKSORSIST DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN BERGERJA SAAT INI


PEMAKNAAN YESUS SANG EKSORSIST DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN BERGERJA SAAT INI
Oleh
Pdt. Dr. Jonriahman Sipayung
Dosen STT Abdi Sabda dan Direktur Pasca Sarjana[1]


1. Pendahuluan
            Menguak percakapan Yesus dan Eksorsisme “menjadi hal yang menarik” untuk diperbincangkan saat ini. Mengapa saya katakan menjadi hal yang menarik, sebab dalam percakpan para teolog perihal Eksorsisme sepertinya dianaktirikan, artinya topik ini tidak menarik untuk diperbincangkan. Misalnya teolog-teolog seperti Schwitzer, Bultmann, Morton Enlin, Pannenberg dan Hans Conzelmann. Mereka ini mengabaikan perbincangan tentang eksorsisme. Gunter Bornkam sendiri hanya secuil mendiskusikan pelayanan Yesus tentang tanda-tanda mujizat dan eksorsisme.  
Bila kita ingin lebih jauh melihat alasan-alasan para teolog itu, dalam kesempatan ini kita akan ambil sebagai sebuah contoh saja, Rudolf Bultmann. Bultmann adalah sosok teolog yang rasional yang menggangap bahwa yang namanya itu tanda-tanda mujizat dan eksorsisme yang dilakukan Yesus pada zaman-Nya (baca:Yesus historis) adalah sesuatu yang tidak relevan dan aktual untuk zaman sekarang ini. Barangkali dengan mendasarkan “demitologi”nya Bultmann memahami bahwa mujizat yang dilakukan Yesus itu merupakan legenda semata atau tanda mujizat dan eksorsisme yang dilakukan itu banyak dibumbui oleh legenda atau mitos.[2]
Dengan latar belakang pandangan ini menyebabkan pembahasan tentang eksorsisme diabaikan. Kendatipun demikian  tidak dapat dipungkiri ada juga teolog yang lain yang tertarik membahas eksorsisme, misalnya EP. Sander dalam bukunya Jesus and Judaism dan Leonard Goppelt, dalam bukunya Theology of The New Testament volume 2 mereka menguak sedikit tentang eksorsisme.
Geza Vermes dalam bukunya Jesus the Jew mengakui pentingnya cerita eksorsisme dalam pemahaman Yesus yang historis. Bila kita membaca Alkitab Perjanjian Baru perbincangan eksorsisme ditemukan  hanya  dalam kitab Injil dan  Kisah Rasul (Kis 16:16-18), sementara dalam surat-surat Paulus kita tidak menemukan ada data-data tegas mengenai eksorsisme.[3] Sekalipun percakapan mengenai eksorsisme ini ada yang pro kontra antara mendukung maupun tidak, namun adalah sesuatu yang tak terbantahkan bahwa salah satu pelayanan Yesus ketika Dia di bumi ini ialah mengadakannya eksorsisme, dan para murid juga diberi kuasa untuk mengadakan eksorsisme (Mat 10:1; Mark 3:15; Luk 10: 8, 17-20; Kis 16:18).
Perlu kita pahami bahwa tindakan pelayanan eksorsisme dilakukan selalu dalam konteks penginjilan.[4] Misalnya ketika Yesus mengadakan eksorsis terhadap banyak orang yang dirasuk setan selalu kaitannya dalam konteks penginjilan sehingga tidak mengherankan bila setelah tindakan eksorsisme ini banyak orang yang takjub dan percaya kepada Yesus (Kis 16:16-34).

2. Defenisi Eksorsisme

Sebelum lebih jauh membahas mengenai Yesus and eksorsisme sangat arif bila kita menjelaskan apa arti atau makna eksorsisme. Kata eksorsisme ini berasal dari kata Yunani evxorki,zw, eksorkizo artinya “mendesak”, “menyumpahi”, dan “membebaskan atau mengusir”.[5] Dan kata eksorkizo sangat erat pengertiannya dengan  ‘orkizw, horkizo. Kata eksorkizo ini dalam kitab Matius, diterjemahkan dengan “demi Allah…” (Mat 26:63), dan kitab Kisah Rasul diterjemahkan dengan “aku meyumpahi kamu” (Kis 19:13). Sedangkan dalam terjemahan Alkitab lainya misalnya King James Version (KJV) dan New Jerusalem Bible (NJB) tegas menerjemahkan eksorkizo dengan exorcist. Dari arti etimologi ini dapat artikan bahwa eksorsisme yaitu suatu tindakan mengusir atau mendesak kuasa iblis keluar dari tubuh seseorang. Graham H. Twelftree mendefenisikan eksorsisme sebagai berikut:

“Exorcism as a form of healing used when demons or evil spirits were thought to have entered a person and to be responsible forsickness and was the attempt to control and cast out or expel evil spiritual beings or demon from people”.[6]

Terjemahan bebasnya sebagai berikut: “Eksorsis merupakan suatu bentuk penyembuhan yang digunakan ketika setan atau roh jahat telah masuk dalam pribadi seseorang dan bertanggung jawab atas penyakit seseorang serta berupaya untuk mengontrol atau mengusir makhluk spiritual atau iblis yang mendiami manusia”.

Albertus Purnomo mengartikan eksorsisme itu bukan dalam arti “mengusir” melainkan lebih kepada “meminta otoritas yang lebih berkuasa untuk mendesak roh jahat untuk bertindak sesuatu yang berlawanan dengan keinginannya”.[7]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkn eksorsisme adalah suatu tindakan pelayanan mengusir dan mendesak setan keluar dari diri seseorang, dan kuasa untuk pengusiran itu bukan diri dan kekuatan manusia melainkan kuasa dari Yesus Kristus. Hal ini sangat tegas disebutkan penulis Injil Lukas bahwa kuasa atau kekuatan untuk menguasai atau mengusir setan dan penyebab sakit penyakit adalah dari kuasa Yesus Kristus (Luk 9:1).

3. Eksorsisme dalam kehidupan Yahudi

Pelaksanaan eksorsisme dalam dunia Yahudi, dapat kita lihat dari data informasi kitab-kitab non Kanonik misalnya dari literatur-literatur Yahudi khususnya dalam literature zaman intertestamental period (antar perjanjian) yaitu sekitar tahun 200 BCE hingga 100 CE serta dari beberapa teks-teks Qumran. Misalnya dalam kitab Tobit menceritakan bahwa ada seorang yang bernama Sara, anak Perempuan dari Reguel dari Ekbatana negeri Media. Sara telah melangsungkan perkawinan sampai tujuh kali dengan laki-laki namun perkawinanya selalu menyisakan misteri yang mengerikan. Sebab setiap malam pertamanya setelah perkawinannya selalu si laki-laki (suaminya) mati karena dibunuh secara misterius oleh Asmadeus atau disebut juga “setan si jahat” (Tobit 3:7-8). Alangkah ngerinya pengalaman keluarga Sara bahkan tak terbayangkan betapa susahnya orang tua Sara untuk selalu bergegas menguburkan menantu laki-laki itu sebelum mentari menyingsing. Tujuannya supaya tidak diketahui oleh khalayak ramai. Namun dengan pertolongan Rafael, yaitu seorang malaikat Tuhan, Sara dapat dibebaskan dari cengkeraman kuasa Asmadeus si jahat itu. Hal ini terbukti ketika Tobia bin Tobit direncanakan perkawinannya dengan Sara. Sama seperti sebelumnya kekuatiran selalu menerpa baik Sara maupun orang tuanya di saat malam pertama,  namun malam perkawinan Sara dengan Tobia mengukir sejarah yang baru. Hal inilah yang diceritakan lebih lanjut bahwa sebelum Tobia masuk ke kamar istrinya Sara di malam pertama, dia lebih dahulu membakar sedikit jantung dan hati ikan yang sudah ditangkapnya sebelumnya, kemudian setelah dibakar ditaruh di pedupaan untuk mengasapkannya. Artinya dengan ditaruhnya jantung dan hati ikan itu di pedupaan akan mengeluarkan bau harum dan semerbak, maka saat setan (Asmadeus) menghirupnya ia akan lari dan tidak akan muncul lagi kepada Sara (Tob 6:1-17). Sehingga malam pertama perkawinan mereka berjalan dengan mulus.
Melalui kitab Tobit ini terlihat tindakan Eksorsisisme kepada Sara yang selalu menerima kenyataan pahit di malam pertamanya. Namun di saat Tobia patuh dan menjalankan pesan yang disampaikan oleh Malaikat Tuhan, Rafael kepadanya, maka sang Iblispun lari dan tidak berani datang kembali. Dari bacaan literature ini terlihat adanya potret pelaksanaan eksorsisme di dalam kehidupan Yahudi merupakan  sesuatu yang konkrit terjadi.[8]  
Dalam Apocalypses Abraham (abad I-II CE),Abraham mengingat kembali dalam penglihatannya Malaikat Iaoel menasehatkannya untuk menghadapi Azazel malaikat yang jahat itu dengan ungkapan tegas sebagai berikut:

Katakanlah kepadanya (malaikat Azazel) kiranya engkau menjadi tungku rokok perapian di bumi. Pergilah Azazel ke bagian bumi yang tak terlalui. Untuk warisanmu lebih dari orang-orang yang ada bersamamu, dengan bintang-bintang dan dengan laki-laki yang dilahirkan oleh awan, yang porsimu memang adalah melampaui keberadaanmu. Permusahan adalah tindakan saleh bagimu. Oleh karena itu penghancuran akhirnya berlalu daripadaku. Dan saya sampaikan ini karena malaikat itu telah mengajarkanku demikian.[9]

Dari pernyataan di atas memperlihatkan adanya tindakan eksorsisme atau pengusiran oleh Abraham kepada Azazel sebagai malaikat yang jahat (baca Iblis). Ini menjadi contoh bahwa pengusiran si jahat dalam abad –abad pertama Masehi. 
            Dalam Kitab gulungan Laut Mati juga ada memperlihatkan tindakan eksorsisme. Misalnya dalam kitab Apokrif Kejadian menyebutkan bahwa Allah mengutus roh (spirit) yang menghukum untuk menimpakan penderitaan kepada Raja Firaun dan anggota keluarganya karena Firaun telah mengambil Sarah dari Abraham. Dengan adanya penderitaan / penyakit yang menimpa Firaun ketika itu, maka iapun meminta Abraham untuk memindahkan (baca: mengadakan eksorsisme) penyakit itu dari padanya. Lebih tegasnya Firaun berkata kepada Abraham: “Sekarang berdoalah untukku dan untuk keluargaku supaya roh jahat yang menimpaku itu keluar daripada kami. Oleh karena itu aku berdoa untuknya….dan aku tumpangkan tanganku ke atas kepalanya dan mengusir (eksorsist) penyakit itu keluar darinya”. Dan ketika itu Firaun dan keluarga sehat seketika. Demikian juga dalam kitab Qumran, Daud dan Salomo dalam praktek eksorsisme / mengusir roh-roh jahat bukan dengan kemampuan mereka namun selalu mengandalkan kekuatan Tuhan / Yahwe. Misalnya dalam kitab Qumran, Daud saat mengadakan eksorsis, ia juga wajib menciptakan empat buah lagu dan menyanyikannya. Sekalipun kita tidak diberitahu bentuk lagunya namun lagu itu dinyanyikan saat pelaksanaan pengusiran roh jahat terhadap mereka yang dirasuk kuasa iblis (11Q5 27:9-10). Juga pengusiran-pengusiran setan dilakukan melaui Doa.[10] Bahkan ada yang meminta Allah untuk mengutus malaikat yang lebih berkuasa (powerful) untuk mengusir si jahat ke jurang besar ( 11Q11 4.7-9). Dan bagi setiap orang yang menyaksikan pengusiran itu mereka memberi responnya dengan berkata “amen-amen” (bnd. 4 Q511 4; 11Q11 5.14).[11]
Yohanan bin Zakkai menyebutkan orang-orang dirasuk roh jahat membawa akar-akaran dan membakarnya serta memercikkan air kepadanya, tujuannya supaya roh jahat yang ada dalam diri orang itu keluar. Josephus mengakui bahwa peranan asap pembakaran itu sangat penting dalam pengusiran roh jahat (Ant.8.47). Justinus juga menyebut saat orang Yahudi mangadakan pengusiran roh-roh jahat mengucapkan perkataan : “Di dalam nama Allah Abraham, dan Allah Ishak dan  Allah Yakub (Dial. 85.3).[12]
Dalam tradisi Yahudi roh-roh jahat sering diusir sambil menyuruh mereka masuk dalam sebuah tempat, benda atau kepada binatang. Misalnya rumusan eksorsisme dalam Talmud Yahudi yang dipakai untuk menyembuhkan kebutaan karena roh jahat terdapat permintaan agar roh kebutaan segera meninggakan si korban dan masuk ke dalam biji mata, mata seekor anjing.[13] Tindakan ini hampir sama dengan cara Yesus mengusir roh jahat dari orang Gerasa (bnd.Luk 8:33).
Dalam Talmud orang Yahudi yang dikutip oleh Twelftree dari Vermes Judaism 8, menjelaskan bahwa rabbi Yahudi juga dapat melakukan eksorsisme secara jarak jauh kepada anak dari Rabbi Gamaliel yang ketika itu dirasuk setan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian berikut ini:

Hal itu terjadi saat anak Rabbi Gamaliel mengalami sakit. Kemudian Gamaliel mengutus dua (2) orang muridnya kepada Rabbi Hanina ben Dosa agar kiranya dia berkenan mendoakan kesembuhan anaknya. Ketika Rabbi Hanina melihat kedua orang yang disuruh Gamaliel dia beranjak naik ke atas loteng rumahnya untuk berdoa. Setelah selesai berdoa dia turun seraya mengatakan kepada kedua murid Gamaliel. “Pergilah kamu, sebab penyakit demam anak itu telah meninggalkan dia”. Kemudian kedua murid ini berkata keadanya, “Apakah engkau seorang nabi”? Dia menjawab, “Aku bukanlah nabi, bukan pula anaknya nabi, tapi beginilah saya diberkati: Bila saat aku berdoa lancer, maka orang yang sakit itupun pulih kembali. Sebaliknya bila tidak lancer maka saya tahu bahwa penyakinya fatal”. Dan kedua murid itupun duduk dan mencatat waktu ketika itu. Kemudian setelah mereka kembali kepada rabbi Gamaliel, rabbi ini berkata kepada mereka, “Melalui sorgawi, pada waktu kamu mencatat waktu, ketika itulah juga anakku sembuh dan dia meminta air minum (bar 34b). [14]

Dari informasi Talmud di atas jelas bagi kita bahwa dalam budaya Yahudi pelaksanaan eksorsisme juga berlaku dengan cara jarak jauh. Ini  ada miripnya dengan kesembuhan anak perempuan dari Sirofenisia yang dirasuk setan namun disembuhkan Yesus secara jarak jauh (Mark 7:24-30).

Dari contoh-contoh pelaksanaan eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi di atas nyata bahwa yang mengambil peranan utama dalam pelaksanaan eksorsisme bukan si eksorsist itu sendiri melainkan kepada otoritas nama yang mereka sebutkan ataupun ke alamat doa yang mereka sampaikan yaitu kepada Allah sendiri. Sekalipun kadang ada sarana yang digunakan seperti hati dan jantung ikan ataupun, air atau akar-akaran itu hanyalah sarana sekunder. Dengan demikian pelaksanan eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi selalu dikaitkan dengan kuasa kekuatan Allah dan bukan kekuatan manusia.

4. Yesus sang eksorsist dan impliksinya dalam kehidupan bergereja

Dari data-data Alkitab khususnya dari kitab Injil dan Kisah Rasul misalnya Injil Markus 1:23-28; 5: 1-20; Matius 8: 16; 30-32; Lukas 4:33-37 dan Yohanes 8:48-52 memaparkan bahwa salah satu fungsi kehadiran Yesus ke dunia yaitu untuk membebaskan manusia dari cengkraman kuasa iblis dan kuasa kegelapan. Yesus adalah sang eksorsist. Bahkan para murid Tuhan Yesus diberi kuasa menjadi actor eksorsist ( bnd. Mrk 3:13-15 // Mat 10:1-4; Mark 6:6b-13// Mat 10:7-11/Luk 9:1-6). Hanya menjadi pertanyaan sekarang adalah bila kita kaitkan dengan pembahasan-pembahasan sebelumnya bahwa tindakan eksorisme sudah ada, sudah dipraktekan dalam kehidupan orang Yahudi, atau di zaman klasik Asia Timur Dekat lainnya; maka apakah Yesus sang eksorsist dan para murid itu masih mempunyai makna nilai yang baru untuk disampaikan kepada kita? Sebab bila diperbandingkan dengan pelaksanaan eksorsisme sebelum atau di zamannya Yesus, memang satu sisi punya kaitan langsung, misalnya bahwa roh jahat itu dapat diusir dari diri manusia dan dialihkan kepada ke jurang ataupun ke binatang tertentu, misalnya kepada seekor anjing (dalam Talmud orang Yahudi) atau juga kepada “babi” (Luk 8:32-33). Dalam pengusiran kuasa setan orang Yahudi  menggunakan parkataan: “Di dalam nama Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Penyebutan ini bisa dihubungkan dengan pengusiran yang dipraktekkan dalam Alkitab dengan menggunakan rumusan: “demi namamu”. “Kata Yohanes kepada Yesus: "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita."  (Mark 9: 38; Luk 10: 17). Juga eksorsisme dapat dilakukan secara jarak jauh baik dalam kehidupan orang Yahudi dan di Alkitab. Namun di sisi lain kita menemukan perbedan yang sangat besar. Ketika Yesus melakukan eksorsisme, orang yang dirasuk setan berhadapan secara langsung dengan kekuatan (power encounter)[15]. Misalnya ketika Yesus berada di rumah ibadat di Kapernaum, ada seorang  yang kerasukan roh jahat, dan berteriak kepada Yesus: “Apa urusan-Mu dengan kami Hai Yesus orang Nazareth, Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau yang kudus dari Allah” (Mark 1:23-24). Demikian juga ketika orang Gerasa yang dirasuk setan itu melihat Yesus dari jauh, berlarilah ia untuk mendapatkanNya lalu menyembahNya dan dengan keras ia berteriak: Apa urusanmu dengan aku , hai Yesus, Anak Allah yang maha tinggi? Demi Allah jangan siksa aku (Mrk 5:6-7). Dalam Markus 9:20 ketika roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangkannya dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling…” Contoh-contoh ini memberi penegasan bagi kita bahwa orang yang dirasuk setan sedang berhadapan dengan kekuatan yang luar biasa yaitu dengan Yesus. Sementara eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi kita tidak menemukan power encountering  antara yang dirasuk setan dengan pelaku eksorsist itu sendiri.
Demikian juga saat pelaksanaan eksorsisme dalam kehidupan orang Yahudi masih bergantung dengan pelaksanaan ritual, misalnya dengan menggunakan sarana membakar hati dan jantung ikan (ingat kisah Tobia yang sudah saya jelaskan sebelumnya) sementara Yesus secara langsung menghardik iblis. Misalnya dengan mangatakan: “Diam, keluarlah dari padanya” (Mark 1:25). “Hai engkau roh jahat, keluarlah dari orang ini” (Mark 5:8; 9:25), bahkan Yesus juga  menanyakan namanya: “Siapakah namamu, jawabnya: namaku : Legion, karena kami banyak” (Mrk 5:9).[16] Yesus dalam pelaksanaan Eksorsisme tidak lagi melibatkan kuasa yang lebih superior seperti yang dilakukan orang Yahudi dan  bangsa-bangsa lain, melainkan Dia sendiri secara langsung menghardik ataupun mengusir setan dari tubuh yang dirasuk setan tersebut. Twelftree lebih jelas mengungkapkan seperti berikut. Kalau selama ini formula yang dilakukan para eksorsist adalah  menggunakan kata ‘orkizw , horkizo (mendesak, menyumpahi, mendesak), namun sekarang Yesus mengubahnya bukan lagi memakai kata horkizo melainkan kata egw , ego artinya “aku”, “saya” (menunjukkan penegasan, pengerasan bahwa yang mendesak supaya iblis itu keluar dari tubuh manusia adalah Yesus sendiri bukan kuasa lain)[17]. Dalam Markus 9:25: evgw. evpita,ssw soi…(ego epitassw soi,aku (“hanya aku”) memerintahkan engkau keluarlah dari pada anak ini dan jangan memasukinya lagi”. Kata “ego epitasso” sangat jarang digunakan untuk mengusir setan tetapi justru dalam ayat inilah Yesus menggunakannya.[18] Semua ini mau menunjukkan kuasa perbedaan yang nyata antara Yesus sebagai sang eksorsist dengan eksorsist-esksorsist lainnya.
Selain perbedaan di atas, ada lagi perbedaan yang paling mendalam yaitu   pelaksanaan eksorsisme yang dilakukan Yesus bukan bermaksud hanya untuk mengusir, mendesak setan keluar dari diri manusia, melainkan dengan eksorsisme itu sendiri Yesus sedang memproklamasikan kerajaan Allah atau kerajaan sorga sudah hadir di tengah-tengah mereka. Pemaknaan seperti ini tidak ditemukan dalam pelaksanaan eksorsisme lainnya. Kitab Matius jelas menyebutnya: “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Mat 12:28; Luk 11:20). Dari pemaknaan inilah nyata eksorsisme yang dilakukan Yesus memiliki makna yang jauh lebih dalam dari eksorsisme lainnya. R.H. Hiers dalam bukunya The Kingdom of God in the Synoptic Tradition seperti yang dikutip Twelftree menyebutkan “Jesus says that the exorcisms themselves are the coming of the kingdom”. Yesus mengatakan bahwa pelaksanaan eksorsisme-eksorsisme adalah pertanda hadirnya kerajaan Allah. Itu berarti eksorsisme menjadi pembuktiaan bahwa kerajaan Allah telah hadir, sedang hadir di bumiini. Oleh karena itu kalau Otto Betz pernah menyebut, “pelaksanaan eksorsisme  merupakan persiapan kehadiran kerajaan Allah, ternyata pandangan ini gugur. Sebab eksorsisme bukan illustrasi, pengembangan atau peneguhan pemberitaan Yesus. Tetapi pengusiran setan-setan, menunjukkan bahwa misi Yesus terjadi, teraktualisasi dan digenapi. Sehingga eksorsisme yang dilakukan Yesus bukan hanya menyembuhkan dan mengusir kuasa setan dari diri manusia, tetapi  juga menunjukkan bahwa kerajaan Allah sedang beroperasi.[19] Twelftree menyebut dengan kata lain eksorsisme berarti mendemonstrasikan bagi kita bahwa eskatologis sudah hadir di dalam diri Yesus. Demikian juga dengan pengusiran setan / iblis  dalam diri manusia memiliki makna  bahwa zaman mesias sudah hadir.[20] Oleh karena itu dengan eksorsisme yang diperlihatkan Yesus membuktikan bahwa Dialah Mesias sesungguhnya yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama.
Dengan pemaknaan di atas ada beberapa impliklasi yang dapat kita berlakukan di dalam kehidupan bergereja:
 Pertama, Yesus sang eksorsist telah  mengusir kuasa setan dan kuasa kegelapan dari hidup manusia. Ya, benar Yesus telah mengalahkan kuasa maut, iblis dan kematian, namun perlu kita garis bawahi bahwa Yesus “belum” menghancurkannya atau membinasakannya. Itu berarti setan masih eksis hidup dan berkuasa dulu dan hingga saat ini. Untuk memahami setan masih eksis hidup dan berkuasa dapat dihubungkan dalam perumpamaan lalang di antara gandum (Mat 13:24-30). Gandum dan lalang dapat tumbuh bersamaan namun dalam di masa panen (akhir), gandum akan dikumpulkan ke dalam lumbung sedangkan lalang akan diikat untuk dibakar. Petrus tegas menyebutnya bahwa iblis masih eksis dan punya kuasa: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1 Ptr 5:8). Iblis dan kuasaNya adalah sesuatu yang nyata di zaman Yesus dan di zaman kita saat ini. Iblis berjalan berkeliling mencari orang yang dapat ditelannya. Tetapi di saat yang sama Kristus yang sudah bangkit itu telah mengalahkannya iblis. Sehingga sekalipun ada kuasa iblis, kekuatannya hanya terbatas dan dengan keyakinan di dalam nama Yesus kita dapat menaklukkannya dan kita di pihak yang menang (bnd. Yoh 16:33).
Kedua, eksorsisme bukanlah monopoli seseorang atau monopoli gereja tertentu. Misalnya seperti yang pernah dilakukan di gereja Katolik bahwa eksorsisme hanya boleh dilakukan oleh orang yang disetujui Uskup dengan otoritas dan aturan-aturan yang ketat.[21] Tetapi pelayaann ini adalah “given” diberikan Tuhan kepada setiap orang yang dipercayakanNya. Menurut Justinus, Tertulianus dan Orgines sebagaimana dikutip Gabriele Amort menyebut bahwa “setiap orang kristen adalah exorsist”, artinya setiap Kristen (orang percaya) memiliki kuasa untuk mengusir setan dan kuasa itu diterima melalui iman di dalam Yesus Kristus.[22] Namun dalam prakteknya  pengikut Kristus bisa juga tidak berhasil mengadakan eksorsisme (bnd. Lukas 9:38-40). Dalam keadaan ini bukan berarti melemahkan kepercayaan kita, sebab Tuhan dalam anugerahNya bebas memberikan bagi setiap orang percaya berbagai karunia-karunia pelayanan ada karunia untuk eksorsisme, ada karunia berkata-kata dengan hikmat, atau karunia menyembuhkan atau karunia khusus lainnya (baca 1 Kor 12: 1-11). Semunya karunia-karunia ini adalah berguna dalam rangka misi pelayann di dunia ini.
 Ketiga, makna pelayanan eksorsisme bukan hanya oreintasi untuk mengusir dan menyembuhkan manusia dari keterikatan kuasa setan, juga untuk memperlihatkan tanda-tanda kerajaan Allah masih hadir di dunia ini. Kerajaan Allah sifatnya selalu membebaskan manusia dari berbagai belenggu. Untuk itu gereja sepanjang masa terpanggil ikut terlibat membebaskan manusia bukan saja bebas dari kuasa-kuasa kegelapan, tetapi membebaskan manusia dari berbagai bentuk keterbelakangan, penderitaan, penindasan, dan perbudakan modern yang saat ini sangat marak dalam berbagai bentuk. Itulah bagian dari tanda-tanda kerajaan Allah masih hadir di dunia ini. Dengan hadirnya tanda-tanda kerajaan Allah di bumi ini semakin banyak orang percaya dan takjub serta memulikan Tuhan dalam hidupnya.
Ke-empat, setiap orang yang mendapat kepercayaan pelayanan eksorsisme perlu diingatkan untuk berpikir analitis dan kritis sehingga tidak menggeneralisasi bahwa semua penyakit, penderitaan yang dialami seseorang adalah pengaruh kuasa setan. Sekalipun kita mengakui bahwa kuasa setan dapat menimbulkan sakit penyakit dan penderitaan namun tidak selamanya penyakit atau penderitaan itu akibat kuasa setan. Dalam Perjanjian Baru jelas pemisahannya, ada orang mengalami sakit penyakit dan juga orang yang dirasuk setan bahkan ada juga kerasukan setan, juga buta dan tuli (Mat 12:22). Dalam Matius 4: 24 memperjelas bagi kita. Di seluruh Siria tersiar berita tentang Yesus, banyak orang yang menderita dibawa kepadaNya. Mereka itu memiliki pelbagai penyakit dan sengsara, ada yang kerasukan, dan ada pula yang sakit ayan dan lumpuh kemudian Yesus meyembuhkannya (bnd. Mark  1:23; Luk 7:21; 9:1 dan Kisah 5:16). Banyak pelbagai penyakit yang disembuhkan Yesus namun tidak semuanya penyakit itu adalah yang diakibatkan oleh iblis atau kuasa setan. Untuk itu perlu sikap analitis dan kritis untuk membedakan mana yang sakit karena penyakit biasa, mana penderitaan karena kurang giji, atau berkaitan dengan psikologis dan mana pula yang memang benar yang dirasuk setan. Tanpa pemahaman seperti ini penderitaan atau sakit penyakit dialami bukan sembuh bahkan dapat menimbulkan situasi yang lebih parah yaitu menimbulkan unsur saling menghakimi sesama, misalnya dihakimi tidak punya iman atau terikat dengan kuasa roh nenek moyang dll.
Kelima, untuk lebih memastikan seseorang itu dirasuk setan atau tidak perlu konsultasi lebih dahulu kepada tenaga ahli misalnya dokter, pskiater atau tes-tes yang berkatian dengan psikologis. Salah satu contoh tes yang dapat digunakan apakah seseorang dirasuk setan atau tidak dapat mempertimbangkan dengan apa yang sudah dibuat gereja Katolik sebagai berikut: seseorang masuk kategori kerasukan setan indikasinya sebagai berikut: kekuatannya melampaui kekuatan manusia biasa, disertai sikap tiba-tiba mau menyerang dan kejang-kejang, sering dalam kebingungan, identitasnya sering berganti-ganti (change in personality); memiliki pengetahuan masa depan, atau mengetahui informasi yang sifatnya rahasia, mampu memahami dan berkomunikasi dalam bahasa yang tidak diketahuinya. Demikian juga berpikiran cabul atau jorok;  badan bau busuk atau bau belerang; perut buncit, kehilangan berat badan seperti orang yang mau mati, suara kadang berubah-ubah, kadang suara dalam, kadang suara serak-serak, kadang suara megancam, dan suara berteriak dengan parau. Sekalipun demikian ada tanda—tanda yang kita sebutkan ini seorang eksorsist harus waspada sebab tidak semua contoh-contoh yang disebutkan itu mutlak menjadi ciri orang yang kerasukan setan. Misalnya orang yang kejang-kejang itu bisa gejala epilepsy. Identitas yang berubah-ubah bisa pertanda histeris atau skizoprenia atau juga malfungsi psikologis. Tindakan atau pikiran cabul dan pikiran kotor bisa pertanda gangguan mental. Perut buncit bisa pertanda kurang gizi, atau gangguan kesehatan lainnya. Karena itu dalam pelayanan eksorsisme perlu dibentuk team yang solid ada unsure hamba Tuhan, dokter  ataupun  psikater.

Kepustakaan:
Bacaan Utama: Alkitab, Jakarta, LAI, 2010.
Amorth, Gabrielle, An Exorcist Tell His Story, terj. dari bahasa Italia oleh Nicoletta V. MacKenzie (San Fransisco, Ignatius Press, 1999).
Gatumu, Kabiroo Wa, “Deliverance and Exorcism in Theological Perspective 2: Possession and Exorcism as New Testament Evidence for a Theology of New Testament Evidence for a Theology”, Exorcism & Deliverance Multi-Disciplinary Studies, eds, William K. Kay dan Robin Parry (Paternoster, 2011).
Purnomo, Albertus Iblis dalam Alkitab (Jogyakarta: Penerbit Kanisius, 1912).
Sorensen, Eric, Possession and Exorcism in the New Testament and Early Christianity (Tubingen: J.C. B Mohr (Paul Siebeck, 2002).
Thomas, John Christopher., The Devil, Disease and Deliverance Origins of Illness in New Testament Thought (Sheffield Academic Press, 1998).
Twelftree, Graham H, Jesus the Exorcist A Contribution to Study of the Historical Jesus (Tubingen: J.CN. Mohr (Paul Siebeck, 1993).
------------.,“Deliverance and Exorcism in the New Testament”, Exorcism & Deliverance Multi-Diciplinary Studies, eds, William K. Kay dan Robin Parry (Paternoster, 2001).
-----------.,  In the Name of Jesus Exorcism among Early Christian (Mic. Baker Adademic Grand Rapids, 2007).

Adelade, 12 Juli 2012.



[1] Karya ilmiah ini ditulis saat penulis mengadakan Sabbatical Leave di Australia, Juli-Agustus 2012 di Australian Lutheran College (ALC) Adelaide, Australia.
[2] Untuk melihat lebih lanjut percakapan pro dan kontra para ahli apakah mereka tertarik atau tidak mengenai eksorsisme yang dilakukan Yesus, silakan membaca bukunya, Graham H. Twelftree, Jesus the Exorcist A Contribution to Study of the Historical Jesus (Tubingen: J.CN. Mohr (Paul Siebeck, 1993), 1-21.
[3] Sekalipun kita dapat membaca bahwa Paulus pernah melakukan eksorsisme terhadap seorang hamba perempuan yang memiliki roh tenung (Kis 16:18), namun laporan ini bukan bersumber dari surat-surat asli Paulus (proto Pauline) melainkan dari penulis Lukas. Graham H. Twelftree, pernah mengemukan barangkali atau kemungkinan Paulus juga menggubrisnya yaitu di saat Paulus menuliskan ke jemaat Korintus: “sebab kerajaan Allah bukan terdiri dari perkataan tetapi dari kuasa”
(1 Kor 4:20). Perkataan “kuasa” dalam ayat ini menunjukkan kemampuan mengadakan tanda-tanda mujizat dan eksorsisme, namun Twelftree mengakui itu hanyalah sebuah “kemungkinan saja”, lih. Graham H. Twelftree, In the Name of Jesus Exorcism among Early Christian (Mic. Baker Adademic Grand Rapids, 2007), 57-77; bnd. Graham H. Twelftree, “Deliverance and Exorcism in the New Testament”, Exorcism & Deliverance Multi-Diciplinary Studies, ed. William K. Kay dan Robin Parry (Paternoster, 2001), 55-59.
[4] Bnd. John Christopher Thomas, The Devil, Disease and Deliverance Origins of Illness in New Testament Thought (Sheffield Academic Press, 1998), 307-309.
[5]Kata orkizw, horkizw, mempunya arti  yang sama dengan exorkizw , eksorkizo artinya “mendesak”, “menyumpahi”, dan mendesak seseorang dengan sangat, termasuk di membebaskan dan mengusir (bnd. Mat 26:63; Kis 19:13; dan 1 Tes 5:27)

[6] Graham H. Twelftree, Jesus the Exorcist A Contribution to Study of the Historical Jesus (Tubingen: J.CN. Mohr (Paul Siebeck, 1993), 11.
[7] Albertus Purnomo, Iblis dalam Alkitab (Jogyakarta: Penerbit Kanisius, 1912), 61.
[8]Bnd. Eric Sorensen, Possession and Exorcism in the New Testament and Early Christianity (Tubingen: J.C. B Mohr (Paul Siebeck, 2002), 47-55.
[9]Ibid, 63-64.
[10]Ibid 65-74.
[11] Twelftree, In the Name of Jesus, 36-37.
[12] Ibid, 39-40.
[13] Purnomo, Op.cit 61.
[14] Twelftree, Jesus the Exorcism 145-146.
[15] Twelftree, In the Name of Jesus.,46.
[16] Dalam pemahaman orang Romawi legion memberi arti secara literal menunjukkan pasukan tentera yang sangat banyak jumlahnya yaitu terdiri dari 4200 hingga 6000 laki-laki dengan barisan kavilerinya, lih. Sorensen, Op.cit., 128-129.
[17] Dapat kita bandingkan dengan penggunaaan kata egw eimi, ego eimi ”aku, aku adalah  ....” (Yoh 14:6; 15:1 dll). Ungkapan ini adalah ciri khas Injil Yohanes. Kata ego eimi yang artinya adalah sama yaitu “aku adalah aku”. Dengan menggunakan kata itu secara bersamaan mengandung arti mengeraskan, menegaskan sehingga ego eimi “aku adalah aku” berarti tidak ada yang lain, tidak ada lagi jalan, kebenaran dan kehidupan selain Yesus.
[18] Twelftree, Jesus the Exorcist, 163-165.
[19] Ibid, 168-171.
[20] Ibid, 217-219.
[21]Kabiroo Wa Gatumum, “Deliverance and Exorcism in Theological Perspective 2: Possession and Exorcism as New Testament Evidence for a Theology of New Testament Evidence for a Theology”, Exorcism & Deliverance Multi-Disciplinary Studies, eds, William K. Kay dan Robin Parry (Paternoster, 2011), 238, bnd. Gabrielle Amorth, An Exorcist Tell His Story, terjemahan dari bahasa Italia oleh Nicoletta V. MacKenzie (San Fransisco, Ignatius Press, 1999), 183.
[22] Gabrielle Amorth, 183.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar